Jumat, 20 Februari 2015

Peperangan Yang Pernah Diikuti Langsung Oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم

Peperangan Yang Pernah Diikuti Langsung Oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم

Rasulullah صلى الله عليه وسلم, tidak pernah memulai peperangan sama sekali. Sebab, beliau berusaha semaksimal mingkin supaya tidak ada pertumpahan darah manusia. Karena beliau adalah seorang nabi yang penuh kasih sayang.

Tapi, jika peperangan tidak mungkin dihindari, maka beliau akan menempatkan diri paling depan. Karena beliau adalah seorang nabi yang tak pernah gentar melawan musuh.

Jumlah Peperangan ar-Rasul صلى الله عليه وسلم adalah 27 peperangan; yang dilatarbelakangi dengan berbagai macam sebab pemicu. Namun dari 27 peperangan ini, hanya 9 saja yang terjadi pertempuran. Selebihnya, yaitu musuh menyerah damai. Sedangkan jumlah sariyah adalah 38 ekspedisi.

Di bawah ini adalah daftar peperangan yang beliau langsung ikut andil didalamnya




No Nama PerangTanggalPenyebab atau Kejadian Utama
1Waddan (al-Abwa’)Shafar 2 Hperang yang pertama kali diikuti rasulullahصلى الله عليه وسلم. Sasarannya perniagaan kaum Quraisy
2BawathRabiul Awal 2 HMenghadang kafilah Quraisy
3Dzul UsyairahJumadil Akhir 2 HMenghadang kafilah Quraisy
4Badar Pertama (Safawan)Jumadil Akhir 2 HMengejar Karz bin Jabir al-fihri yang telah berhasil menyusup ke salah satu wilayah madinah
5Badar KubraRamadhan 2 HMenghadang kafilah Quraisy
6Bani Qainuqa’Syawal 2 HOrang-orang yahudi membatalkan perjanjian dan mulai memperlihatkan kedengkian
7Bani SulaimSyawal 2 HRasulullah صلى الله عليه وسلم berangkat menuju Qarqarah al-Kadr untuk memecah pasukan Bani Sulaim dan Gathafan
8As-SawiqDzulhijjah 2 HMenghadang Abu Sufyan yang datang ke Madinah untuk membalas dendam atas kekalahan di Perang Badar
9Dzu AmarRabiul Awal 3 HMemecah konsentrasi Bani Tsa'labah dan Muhabin sebelum mereka menyerang Madinah
10BuhranJumadil Awal 3 HMencerai-berah pasukan Bani Sulaim
11UhudSyawwal 3 HUntuk melawai Kaum Qiraisy yang datang untuk memerangi kaum muslimin di Madinah
12Hamra' al-AsadSyawwal 3 HMelakukan perlawan terhadap Abu Sufyan yang hendak menggempur Madinah
13Bani an-NadhirRabiul Awal 4 HMenghadang Bani Nadhir yang ingin membunuh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengna cara licik
14Dzatu ar-Riqa’Rabiul Awal 4 HMencerai-berah pasukan Anmar dan Tsa'labah
15Badar al-AkhirSya’ban 4 HUntuk mengejar Abu Sufyan
16Daumatul JandalRabiul Awal 5 HMencerai-berai pasukan pembegal yang ingin menyerang Madinah
17Al-Muraisi'Sya’ban 5 HUntuk mencegah rombongan Bani Mustaliq (dari Khuza'ah)
18KhandaqSya’ban 5 HMenghadang gabungan beberapa pasukan yang berada di bawah pimpinan Kaum Quraisy
19Bani QuraizahDzulqa’dah 5 HUntuk memberi pelajaran atas pengkhianatan perjanjian oleh bani Quraizhah selama pasukan gabungan mengepung Madinah
20Bani LihyanRabiul Awal 6 HMemberi hukuman kepada Bani Lihyan (dari Hudzail) yang mebunuh beberapa orang sahabat (di ar-Raji')
21Dzi Qarad (al-Gabah)Rabiul Awal 6 HUntuk melawan pasukan 'Uyainah bin Hashan al-Fajjari yang datang menyusup k madinah
22HudaibiyahDzulqa’dah 6 HUntuk mengerjakan umrah di baitullah di Mekah, tapi Kaum Quraisy menghadang perjalanan tersebut
23KhaibarMuharram 7 HMemecah pasukan gabungan di bawah pimpinan Khaibar untuk menyerang Madinah
24Mut'ahJumadil Awal 8 HRasulullah صلى الله عليه وسلم tidak ikut langsung perang ini, tapi beliau mengarahkan seakan beliau ikut bersama pasukan
25Fathu MekkahRamadhan 8 HPembatalan Kaum Quraiys terhadap butir-butir perjanjian Hudaibiyah
26Hunain dan ThaifSyawwal 8 HMemecah konsentrasi bani Tsaqif
27Tabuk (al-'Usrah)Rajab 9 HMengejar pasuakn Romawi yang berkumpul untuk menyerbu Madinah

Dikutip dari Atlas al-Quran

Perang Hunain

Perang Hunain

Terjadi pada tahun kedelapan Hijrah. Peperangan ini meletus di pegunungan Hunain. Dalam perang ini Nabi Muhammad Rosulullah saw. berhasil mengumpulkan 12.000 prajurit. Sedemikian banyaknya jumlah prajurit Pasukan Muslim, sehingga sebagian kecil menyombongkan diri bahwa kemenangan akan mereka dapatkan. Karena kesombongan inilah mereka lengah. Ketika Pasukan Muslim baru menyeberangi Wadi Hunain, Pasukan Kafir melakukan penyerangan secepat kilat. Berguguranlah barisan prajurit-prajurit yang menyombongkan diri.

Melihat kenyataan tersebut, Rosulullah saw segera memperingatkan yang lain agar bertobat dan minta ampun. Selain itu beliau juga menyerukan agar niat mereka yang berperang untuk mendapatkan harta rampasan, mengubahnya dengan niat menegakkan agama. Berkat pertolongan Allah SWT yang menurunkan bala tentara yang terdiri dari para malaikat, keadaan menjadi terbalik. Pasukan Muslim dapat dengan leluasa menguasai medan. Pasukan Kafir akhirnya lari tunggang-langgang. Dan kemenangan dapat diperoleh dengan gampang.

Al-Qur'an menerangkan peristiwa Perang Hunain sebagai berikut, "Sungguh Allah telah menolong kamu di medan pertempuran yang banyak, dan pada Hari Hunain, ketika itu kamu sombong karena banyaknya jumlahmu, maka (jumlah yang banyak itu) tidaklah dapat menolongmu sedikit pun. Dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu (terpaksa) mundur ke belakang. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rosul-Nya dan kepada orang-orang mukmin serta Allah menurunkan bala tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah mengazab orang-orang kafir. Demikianlah balasan kepada orang-orang kafir." (QS. 9/At Taubah: 25-26)

Pada perang inilah Pasukan Muslim mendapatkan banyak harta rampasan yang kesemuanya itu dimanfaatkan oleh Rosulullah saw. untuk syiar Islam.

Perang Khondaq (Parit)

Perang Khondaq (Parit)

Perang Khondaq atau dinamakan Perang Ahzab (gabungan). Ahzaab merupakan bentuk jamak dari kata hizb yang berarti golongan. Jadi penamaan Perang Ahzab karena orang-orang Yahudi bergabung dengan seluruh kabilah Arab yang membenci Islam untuk menyerang Nabi Muhammad Rosulullah saw. dan pengikutnya.

Perang ini berawal dari adanya hasutan beberapa orang Yahudi dari Bani Nadir (Abdullah bin Sallam bin Abi Huqoiq, Kinanah ar-Robi bin Abi Huqoiq, dan Huyayy bin Akhtab) dan Bani Wa'il (Abu Ammar dan Huwazah bin Qois). Guna melaksanakan dendam terhadap Nabi saw dan kaum muslimin, mereka menggalang kerjasama dengan semua kabilah Arab yang masih kafir di Mekah. Maka terhimpunlah kekuatan pasukan mereka yang cukup besar, jumlah seluruhnya mencapai 10.000 prajurit. Padahal Nabi saw saat itu hanya dapat mengumpulkan sebanyak 2.000 orang prajurit muslim.

Melihat kekuatan yang sangat tidak seimbang, Salman Al Farisi mengusulkan agar dibangun sistem pertahanan berupa parit (khondaq) di perbatasan kota Madinah untuk menghambat gerakan musuh yang datang dari Mekah. Nabi Muhammad saw. menyetujui usulan tersebut. Bahkan selama enam hari beliau memimpin langsung pembuatan parit yang besar dan dalam tersebut. Lalu di pinggir parit diletakkan batu-batu yang siap dilemparkan ketika musuh menyerang. Rumah-rumah di belakang parit dikosongkan. Pertahanan di kota Madinah juga diperkuat. Dinding-dinding rumah yang menghadap arah datangnya musuh diperkokoh. Dan keselamatan bagian lain kota Madinah diserahkan kepada Bani Quroizah yang telah membuat perjanjian damai dan bersumpah saling menolong.

Dengan adanya parit tersebut, pasukan Ahzab (gabungan Yahudi dan Kafir yang datang dari Mekah) tidak bisa langsung menyerbu Kota Madinah. Akhirnya mereka membagi kekuatan menjadi tiga kelompok untuk mengepung Nabi saw. dan kaum muslimin. Pasukan yang dipimpin Abu Sufyan menghadapi kaum muslimin di bagian parit. Pasukan yang dipimpin Ibnu A'war as- Salami mengambil posisi dari arah atas lembah. Dan satu pasukan lainnya, pimpinan Uyainah bin Hisn menyerang dari arah samping. Pengepungan kota Madinah itu berlangsung hampir satu bulan. Selama itu pula tidak terjadi pertempuran. Hanya beberapa orang kesatria Quraiys (Ikrimah bin Abu Jahal, Amr bin Abdul Wudd, dan Diror bin Khottab) menyeberangi parit dan menantang perang tanding. Mereka dilawan dan berhasil dikalahkan oleh beberapa orang muslim yang dipimpin oleh Ali bin Abi Tholib.

Dalam keadaan terkepung, beban kaum muslimin bertambah berat dengan pengkhianatan Bani Quroizah yang sebelumnya dipercaya menjaga bagian lain Kota Madinah. Keberpihakan Bani Quroizah kepada Pasukan Ahzab memudahkan pasukan kafir memasuki kota Madinah. Tentu saja hal ini membuat kalang kabut kaum muslimin, namun Nabi Muhammad saw. berhasil menenangkan mereka. Dalam hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Abdullah bin Auf, dinyatakan bahwa Nabi saw. berdoa, " Ya Allah, Tuhan yang menurunkan wahyu, yang maha cepat menuntut perhitungan, kalahkan pasukan Ahzab, kalahkanlah mereka, dan menangkanlah kami atas mereka."

Di tengah suasana yang menegangkan tersebut, Nu'man bin Mu'az, seorang dari Kabilah Gatafan menghadap Nabi saw. menyatakan bahwa ia telah masuk Islam tanpa diketahui kawan-kawannya. Kemudian Nabi saw. menugaskankan menemui para petinggi kelompok-kelompok yang bergabung dalam pasukan sekutu (Yahudi dan kaum kafir Arab) untuk menurunkan semangat juang mereka.

Pertempuran antara Pasukan Ahzab dan Kaum Muslimin belum sempat terjadi, ketika pertolongan itu tiba. Suatu malam Allah SWT mengirimkan angin yang bertiup kencang, disertai hujan deras dan gelegar petir yang bersahutan hingga memporak-porandakan perkemahan Pasukan Ahzab. Karena mereka ketakutan dan khawatir adanya serangan dadakan dari kaum. Muslimin, akhirnya Abu Sufyan memerintahkan kaum Quraisy kembali ke Mekah. Keputusan mereka diikuti oleh kabilah Gatafan dan kabilah-kabilah lainnya.

Kini kaum Muslimin dihadapkan pada masalah Bani Quroizah yang melanggar perjanjian damai dan sumpah untuk saling menolong. Sebab jika masalah ini tidak dituntaskan, pengkhianatan mereka kelak pasti kembali terulang. Masalah Bani Quroizah ini Nabi saw. serahkan kepada Sa'ad bin Mu'az. Dengan tegas Sa'ad memerintahkan Bani Quroizah meletakkan senjata, dan keluar dari benteng persembunyian mereka. Lalu Sa'ad memutuskan bahwa kaum lelaki yang terlibat kejahatan perang dijatuhi hukuman mati. Nabi saw. menyetujui keputusan tersebut.

Al-Qur'an menggambarkan pengkhianatan Bani Quroizah sebagai berikut, Mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan dan perjanjian terhadap orang mukmin. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara-saudara kamu segama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. Dan jika mereka melanggar sumpah (janjinya) sesudah mereka berjanji dan mereka mencaci agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpinorang kafir, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, supaya mereka berhenti (menyerang kaum muslimin). (QS. 9/ At-Taubah: 10-12)

. Perang Uhud

2. Perang Uhud

Perang ini pecah akibat dendam dari Kaum Kafir Quraisy atas kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka mengerahkan 3000 tentara, sedangkan Kaum Muslimin hanya mempunyai 1000 prajurit. Itu pun kemudian berkurang, karena orang-orang munafik yang sebanyak 300 akhirnya mengundurkan diri oleh pengaruh orang-ornag Yahudi.

Nabi Muhammad Rosulullah saw. menempatkan pasukan muslimin di Bukit Uhud, sedangkan sebelah kirinya terdapat Bukit Ainain. Kemudian 50 prajurit di bawah pimpinan Ibnu Zubair diperintahkan menjaga celah bukit dari belakang dan dilarang meninggalkan tempat itu, apa pun yang akan terjadi. Al-Qur'an melukiskan demikian, Dan (ingatlah) ketika engkau berangkat pada pagi hari dari keluargamu menempatkan orang-orang mukmin pada beberapa kedudukan (pos-pos strategis) untuk berperang. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, sewaktu dua pasukan dari padamu ingin mundur (karena takut), padahal Allah penolong bagi kedua pasukan itu, dan kepada Allah sajalah orang-orang mukmin bertawakkal. (QS. 3/Ali Imron: 121-122)

Melihat posisi Kaum Muslimin tersebut, pasukan Kafir Quraisy mengadakan serangan dengan formasi berbentuk bulan sabit, yakni setengah lingkaran. Serangan mereka dapat dipatahkan. Belasan pasukan Kafir Quraisy berguguran, sedangkan lainnya meninggalkan medan. Keadaan ini membuat pasukan Ibnu Jubair terpancing untuk turut mengadakan pengejaran dengan harapan dapat memperoleh harta yang ditinggalkan musuh.

Sebagian pasukan Kaum Kafir yang mengetahui tempat Ibnu Zubair dan pasukannya telah kosong, segera memanfaatkannya untuk melakukan serangan balik. Akibatnya dalam pertempuran ini umat Islam menderita kerugian. 70 orang tewas, sedangkan di pihak kafir hanya 25 orang yang tewas. Kekalahan ini menginsafkan mereka, bahwa melanggar dan mengabaikan perintah Nabi,saw akan mendatangkan kerugian.

3. Perang Ghotafan

Pecah pada tahun ketiga Hijrah. Dalam perang ini terjadi peristiwa besar, yakni pada waktu Nabi beristirahat seorang diri, muncullah seorang kafir bernama Du'tsur secara diam-diam seraya menghunuskan pedangnya.
"Siapakah yang akan melindungimu, hai Muhammad?" olok Du'tsur penuh kebencian.
Dengan tenang, Nabi menjawab. "Allah Ta'ala."

Seketika Du'tsur gemetar. Pedangnya yang sudah terhunus di leher Nabi terjatuh. Lalu Nabi mengambilnya, sesaat kemudian menghunuskannya kepada Du'tsur sambil bertanya. "Siapakah yang dapat melindungimu dariku?"
"Tidak ada," Du'tsur ketakutan.
Nabi memaafkannya. Akhirnya Du'tsur masuk Islam dan mengajak kaumnya memeluk Islam.

Sejarah Rasulullah s.a.w Peperangan Badar

Sejarah Rasulullah s.a.w
Peperangan Badar  
Muqaddimah:
Setelah hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah bersama-sama para sahabatnya dan diterima baik oleh orang-orang anshar, Islam telah berkembang, tersebar luas dan diterima oleh banyak kabilah-kabilah arab.  Kekuatan dan ekonomi Madinah telah menjadi kukuh.  Orang-orang arab Quraisy Makkah tidak senang hati dengan kemajuan ini.
Perang Badar merupakan perang pertama yang dilalui oleh umat Islam di Madinah. Ia merupakan isyarat betapa mulianya umat Islam yang berpegang teguh pada tali agama Allah.  Kemenangan besar kaum muslimin tidak terletak pada jumlah tentara yang ikut serta tetapi terkandung dalam kekuatan iman yang tertanam disanubari mereka.  Dengan Keyakinan mereka pada Allah yang sangat kukuh itu, Allah telah menurunkan bantuan ibarat air yang mengalir menuju lembah yang curam.  Tidak  ada sesiapa yang dapat menahan betapa besarnya pertolongan Allah terhadap umat yang senantiasa menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. 
Sejarah :
Serangan yang dilakukan oleh Abdullah Ibn Jahshin terhadap angkatan perdagangan kaum Quraisy pada bulan Rejab yang diharamkan berperang telah dianggap oleh mereka sebagai tamparan dan cabaran hebat kepada mereka.  Kaum Quraisy merasakan kematian Al-Hadhrami seharusnya dibela dan memusnahkan semua pihak yang bersangkutan dengan pembunuhan itu.  Rasulullah sememangnya menyedari pihak Quraisy pasti akan menuntut bela.  Baginda telah membuat persediaan yang lebih awal.
Pada bulan Ramadhan tahun 2 Hijriah,  Rasulullah bersama 313 orang tentera telah keluar dari Madinah untuk menyekat angkatan perdagangan kaum Quraisy yang pulang dari negeri Syria (Syam) dalam usaha mereka hendak melemahkan persiapan tentera Quraisy Makkah untuk menyerang Madinah.
Abu Sufyan yang mengetuai angkatan perdagangan tersebut telah menyedari tindakan Rasulullah itu lalu beliau telah menghantar utusannya yang bernama Dham Dham bin Amr Al-Ghifari meminta bantuan dari Makkah.
Di Makkah pula, 3 hari sebelum Dham Dham sampai, Atiqah Binte Abdul Muthalib telah bermimpi sesuatu yang sungguh menakutkan.  Atiqah telah bermimpi melihat seorang musafir datang dengan mengendarai unta. Ia berdiri diatas tanah lapang. Kemudian, lelaki tersebut berteriak dengan suara yang amat kuat.
“Ketahuilah wahai keluarga Ghudar, berangkatlah kalian kepada tempat-tempat kematian kalian dalam masa 3 hari.”
Atiqah melihat manusia berkumpul dekat musafir tersebut kemudian ia masuk dalam masjid diikuti orang ramai dan berdiri ia diatas untanya didepan Ka’bah dan dilaungkan lagi perkataan yang sama. Lelaki itu kemudian berdiri dihadapan Abu Qais dan diulangi ucapannya buat kali ketiga.  Musafir itu kemudian mengambil batu besar dan melemparkannya.  Batu itu jatuh bergolek.  Ketika batu itu tiba dibawah gunung, ia pecah berkeping-keping. Tidak sebuah rumah pun yang ada di Makkah terlepas dari dimasuki pecahan batu besar tersebut.
Mimpi Atiqah itu walaupun diminta supaya dirahsiakan, telah tersebar luas di Kota Makkah hingga kepengetahuan Abu Jahal.  Tetapi Abu Jahal dengan sikap bongkak dan sombongnya tidak memperdulikan mimpi itu malah diperlecehkan olehnya.
Al-Abbas bin Abdul Muthalib, orang pertama yang mengetahui tentang mimpi Atiqah telah mendengar saudaranya di ejek oleh Abu Jahal.  Beliau ingin mempertahankan saudaranya lalu keluar untuk mencari Abu jahal.  Pada ketika beliau terjumpa Abu Jahal, Dham Dham, yaitu utusan dari Abu Sufyan telah sampai ke Makkah dengan membawa berita Abu Sufyan meminta bantuan.  Ketika itu juga Makkah menjadi kecoh dengan berita ini.  Ramai pembesar-pembesar Quraisy merasa marah dengan tindakan Muhammad.  Mereka lalu mengumpulkan orang untuk keluar membantu Abu Sufyan.  Tidak ada seorang lelaki pun yang ingin ketinggalan dalam peperangan ini.  Ada diantara mereka yang tidak dapat ikut tetapi mengutus orang suruhan mereka untuk ikut serta.
Sebelum berlaku peperangan di Badar, Nabi Muhammad S.A.W telah mengutuskan Talhah Bin Ubaidullah dan Said bin Zaid untuk mengumpul maklumat tentang kabilah Abu Sufyan.  Mereka mengumpulkan maklumat ynag perlu dan kembali ke Madinah untuk menyampaikan pada Rasul.  Baginda bergerak bersama-sama para pengikutnya.  Baginda menuju ke Badar tetapi terlebih dahulu Baginda mengutus Ali bin Abu Talib, Zubir bin Al-Awwam dan Saad Bin Abi Waqqas bersama beberapa orang lain ke Badar mengumpulkan maklumat terbaru tentang orang Quraisy serta musuh mereka. Maklumat yang diperolehi daripada dua orang budak lelaki yang telah mendedahkan tentang tempat persinggahan orang Quraisy.  Apabila Rasulullah bertanya berapa ekor binatang yang disembelih untuk makanan mereka setiap hari, kanak-kanak itu menjawab 9 atau 10 eokr.  Dengan kebijaksanaan Rasulullah, Beliau dapat mengagak jumlah tentera musuh ada 900 hingga 1000 orang tentera.
Dengan maklumat yang diperolehi itu, Rasulullah pada waktu itu merasa khawatir kalau-kalau nanti setelah kejadian tenteranya bertempur dengan tentera Quraisy lalu dari tenteranya ada yang mengundur diri.  Nabi Muhammad S.A.W juga ingat bahwa asal mulanya berangkat dari madinah adalah hendak mengejar seperangkatan unta yang memuatkan perdagangan kaum Quraisy yang di ketuai oleh Abu Sufyan, sedangkan mereka telah lepas jalan ke Makkah.  Rasulullah bimbang jika ada diantara tenteranya yang tidak suka bertempur dengan tentera Quraisy dan ada yang berperasaan
Angkatan Unta yang dikejar telah terlepas jalan. Pasukan tentera Quraisy begitu besar berlipat ganda. Alat perang Quraisy lebih lengkap dan mereka serba kekurangan.
Dengan kebijaksanaan sebagai seorang Nabi dan pesuruh Allah, maka Nabi Muhammad S.A.W mengadakan permusyawaratan bersama pahlawan-pahlawan tenteranya meminta pendapat mereka. Pada mulanya, mereka berkata bahwa mereka keluar hanya untuk perdagangan Quraisy dan bukan untuk berperang.  Ketika itu Rasulullah amat merasa susah hati dan berubah wajahnya. Apabila Abu Bakar r.a melihat keadaan ini, lalu beliau berkata:
“Ya Rasulullah, lebih baik kita bertempur dengan musuh!”.  Diikuti pula dengan Umar r.a.  Kemudian seorang sahabat Miqdad Bin Al-Aswad lalu berdiri dan berkata :
“Ya Rasulullah, teruskanlah pada barang apa yang Allah telah perintahkan pada Tuan! Maka kita serta Tuan.  Demi Allah, kita tidak akan berkata kepada Tuan seperti perkataan kaum Bani Israil kepada Nabi Musa pada zaman dahulu. “Pergilah engkau bersama Tuhanmu, maka berperanglah engkau berdua.  Kita sesungguhnya akan duduk termenung saja.”.  Akan tetapi berkata kita pada Tuan sekarang “Pergilah Tuan bersama Tuhan Tuan! Dan berperanglah Tuan bersama Tuhan Tuan.  Kita sesungguhnya berserta Tuan dan Tuhan Tuan.  Kita ikut berperang.  Demi Allah, jikalau Tuan berjalan dengan kita sampai kedesa Barkul Ghamad, nescaya kita berjuang bersama Tuan daripada yang lainnya.  Kita akan berperang dari sebelah kanan Tuan dan di antara hadapan Tuan dan belakang Tuan.
Ketika itu Rasulullah juga ingin kepastian dari kaum Anshar.  Melihat keadaan itu, Sa’ad Bin Muaz lalu berdiri dan berkata dengan kata-kata yang memberi keyakinan pada Rasulullah sama seperti kaum Muhajirin.  Di ikuti pula oleh suara-suara pahlawan yang lain.
Setelah mendengar kata-kata daripada sahabat dan tenteranya yang sungguh meyakinkan, bercahayalah muka Nabi seraya tertampak kegirangannya.  Pada saat itu juga Allah menurunkan wahyunya yang tercatat di Surah Al-Anfal ayat 5-7 yang ertinya :
“Sebagai Tuhanmu(Muhammad) mengeluarkan akan kamu dari rumhamu yang benar. Dan bahawasanya sebahagian dari orang-orang yang beriman itu sungguh benci.  Mereka membantah kamu dalam urusan kebenaran (berperang) sesudah terang-benderang, seolah-olah mereka digiring akan salah satu dari dua (golongan Al’Ier dan golongan An Nafier), bahawasanya ia bagimu, dan kamu mengharapkan yang tidak berkekuatan senjata adalah bagi kamu, dan Allah berkehendak akan menyatakan kebenaran dengan semua sabdanya, dan memutuskan kekalahan orang-orang yang tidak percaya” 
                                                                                  (Al-Quran Surat Al-Anfal Ayat 5-7)
Setelah itu, nabi S.A.W lalu bersabda pada seluruh tenteranya:
“Berjalanlah kamu dan bergiranglah kerana sesungguhnya Allah telah memberi janji kepadaku salah satu daripada dua golongan (yaitu Al-Ier dan An-Nafier).  Demi Allah, sungguh aku seakan-akan sekarang ini melihat tempat kebinasaan kaum Quraisy,”
Mendengar perintah Rasulullah S.A.W yang sedemikian itu, segenap kaum muslimin memulakan perjalanan dengan tulus ikhlas dan berangkatlah mereka menuju ketempat yang dituju oleh Nabi. Mereka selalu ta’at dan patuh kepada perintah Nabi dengan melupakan segala sesuatu yang menjadi kepentingan diri mereka sendiri.
Dipihak Quraisy pula ada beberapa kocar kacir yang terjadi sehingga beberapa kaum yang berjalan berpatah balik ke Makkah.
Rasulullah tidak henti-henti memanjatkan do’a kepada Allah memohon pertolongan. Untuk menebalkan iman tenteranya dan meneguhkan semangat barisannya, Rasulullah menghadapkan mukanya kepada sekelian tenteranya sambil memohon kepada Allah yang ertinya :
“Ya Allah! Hamba memohon kepada Engkau akan janji dan perjanjian Engkau.  Ya Allah! Jika Engkau berkehendak (mengalahkan pada hamba), tidak akan Engkau disembah lagi.” 
Diriwayatkan diwaktu itu, Nabi S.A.W berulang-ulang memohon kepada Allah sehingga Abu Bakar r.a yang senantiasa berada disisinya telah memegang selendang dan bahu Nabi sambil berkata bahwa Tuhan akan meluluskan padanya apa yang telah Allah janjikan.
Selanjutnya, sebagai kebiasaan bangsa Arab, sebelum berperang maka diantara pahlawan-pahlawannya lebih dulu harus bertanding dan beradu kekuatan dengan pahlawan musuh.  Dipihak kaum Quraisy, 3 pahlawan yang keluar adalah 1. Utbah Bin Rabi’ah, 2. Syaibah Bin Rabi’ah dan 3. Walid Bin Utbah.  Dan dari tentera Islam ialah 1. ‘Auf bin Al-Harits, 2. Mu’adz bin Harts dan 3. Abdullah bin Rawahah.  Mereka bertiga adalah dari kaum Anshar.  Tetapi kerana kesombongan kaum Quraisy yang merasakan bangsanya lebih baik, tidak mahu menerima kaum Anshar, malah meminta Rasulullah mengeluarkan 3 orang pahlawan dari kaum Quraisy sendiri.  Maka Rasulullah mengeluarkan 1. Hamzah Bin Abdul Muthalib, 2. Ali Bin Abi Thalib dan 3. ‘Ubadah Bin Al-Harits.  Mereka berenam beradu tenaga sehingga akhirnya tentera Quraisy jatuh ketiga-tiganya dan tentera Islam hanya ‘Ubaidah Bin Al-Harits yang syahid.  Ini adalah petanda bahwa kaum Quraisy akan tewas. 
Setelah itu pertempuran terus berlaku.  Tentera Islam yang seramai 313 orang berlawan mati-matian untuk menewaskan tentera Quraisy.  Rasulullah senantiasa mengamati gerak-geri tentera Islam.  Dengan sebentar waktu, berpuluh-puluh tentera musyrikin menghembuskan nafasnya, melayang jiwanya meninggalkan badannya bergelimpangan diatas tanah bermandikan darah.  Tentera Islam senantiasa menyebut “Esa! Esa! Esa!”.
Rasulullah pula tidak henti-henti memanjatkan do’a pada Allah memohon kemenangan  tentera Islam. Ada seketika dengan tidak ada sebab apapun, Rasulullah telah jatuh dengan mendadak sebagai orang pengsan.  Tubuhnya gementar dan kedinginan bagaikan orang ketakutan.  Tetapi tidak berapa minit, Beliau bangun dengan tegak lalu bersabda kepada Abu Bakar r.a. yang senantiasa berada disisinya, yang ertinya :
“Gembiralah oleh mu hai Abu Bakar.  Telah datang pertolongan dari Allah kepadamu.  Ini Malaikat Jibril sampai memegang kendari kuda yang ia tuntun atas kedua gigi sarinya berdebu.” 
Rasulullah memberi semangat kepada tenteranya dengan sabdanya yang membawa maksud dan jaminan bahwa tentera Islam yang turut serta diperang Badar dijamin masuk syurga.  Mendengar ini, tentera Islam semakin berkobar-kobar semangatnya.  Ramai pembesar-pembesar Quraisy yang terkorban dan pada akhirnya, mereka bubar dan melarikan diri.  70 orang kaum Quraisy terbunuh dan 70 yang lain tertawan.  Manakala tentera Islam pula hanya 14 yang syahid (6 dari Muhajirin dan 8 dari Anshar).  Tentera Islam mendapat kemenangan dari sebab keteguhan dan ketabahan hati mereka.  Bangkai-bangkai tentera musyrikin dilempar dan dikuburkan didalam sebuah perigi/sumur di Badar.
Kemenangan ini disambut dengan riang gembira oleh orang yang tidak mengikut peperangan, yaitu kaum perempuan, kanak-kanak dan beberapa orang lelaki yang diberi tugas mengawal Madinah dalam masa pemergian tentera Islam ke Badar itu.
Di Madinah pula, Rasulullah memikirkan bagaimana cara yang patut dilakukan keatas orang tawanan perang.  Rasulullah juga berpesan pada orang ramai supaya bersikap baik dan belas kasihan kepada orang tawanan. Sehingga ada kaum muslimin yang memberikan satu-satunya roti yang ada kepada orang tawanan.  Sehingga orang tawanan merasa segan dengan kebaikan yang ditunjukkan. Rasulullah kemudian berbincang dengan orang Islam tentang nasib tawanan Badar.  Ada yang menyatakan dibunuh saja kerana mereka telah engkar dengan Allah dan mengusir kaum Muhajirin dari Makkah.  Ada pula yang lebih lembut hatinya dan disuruh lepaskan saja dengan harapan mudah-mudahan mereka akan insaf dan tertarik dengan Islam.  Setelah lam berbincang, mereka akhirnya mengambil keputusan untuk melepaskan mereka dengan mengenakan tebusan sekadar yang sepatutnya mengikut keadaan masing-masing.  Setinggi empat ribu dirham dan serendah satu ribu dirham.  Bagi yang miskin tetapi ada pengetahuan membaca dan menulis dikehendaki supaya mengajar sepuluh orang kanak-kanak Islam.  Mereka semua dibebaskan apabila tebusan telha dibayar atau kanak-kanak itu telah pandai.  

Nabi Muhammad Saw

Nabi Muhammad Saw

Langsung ke: navigasi, cari
Muhammad bin Abdillah
Example alt text
Deskripsi Nabi Muhammad Saw
Nama Muhammad
Julukan Abul Qasim
Gelar Amin, Mustafa, Rasulullah, Habibullah, Shafiyallah, Sayid al-Mursalin, Khatam al-Nabiyyin, Nabi Ummi, Rahmat lil Alamin
Tanggal Lahir 17 Rabiul Awwal 570 M
Tempat Lahir Mekkah
Tanggal Wafat 28 Safar 11 H/632 M
Masa Hidup 63 Tahun
Tempat Dikuburkan Madinah
Istri-istri Khadijah, Aisya binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Zainab binti Utsamah bin Harits, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, Ummu Salamah, Zainab bintih Jahsy, Juwairiah binti Hariz Ibn Abi Dharar, Safiyah binti Harits , Maimunah binti Harits Ibnu Huzn
Anak-anak Fatimah, Qasim, Abdullah, Ummu Kulsum, Ruqaya, Zainab
Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muttalib bin Hasyim (Arab: محمد بن‌عبداللّه بن‌عبدالمطّلب بن‌هاشم ) lahir pada Tahun Gajah, bertepatan dengan tahun 570 M di kota Mekah dan wafat pada 11 H/632 M di kota Madinah) Nabi Besar Islam Muhammad Saw termasuk dari salah seorang nabi ''ulul azmi'' dan sebagai nabi Allah yang terakhir,sebagai pengemban Al-Quran yang merupakan mukzijat utamanya. Ia mengajak umat manusia untuk berakhak dan menyembah Allah Yang Esa. Ia adalah seorang pemimpin bijaksana, perintis syariat, pembaharu umat, dan juga termasuk seorang panglima perang.
Walaupun ia lahir di tengah-tengah masyarakat Arab yang musyrik, namun selama hidupnya,ia senantiasa menjauhkan diri dari penyembahan patung-patung berhala serta menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan buruk yang pada saat itu menjadi tradisi dalam masyarakat Arab jahiliyah ,Sampai pada akhirnya, disaat berusia 40 tahun, Ia diangkat oleh Allah menjadi seorang nabi. Pesan terpentingnya adalah mengajak umat manusia untuk bertauhid dan menyempurnakan akhlak. Walaupun kaum musyrikin Mekah selama bertahun-tahun berlaku buruk kepadanya dan menyiksa sebagian dari pengikutnya, namun ia dan para pengikutnya sama sekali tidak melepaskan diri dari Islam. Setelah selama 13 tahun berdakwah di Mekah, pada akhirnya ia berhijrah ke Madinah. Hijrahnya ke Madinah adalah awal permulaan penanggalan Islam. Ia di Madinah telah menghadapi beberapa peperangan dengan pihak kaum musyrikin yang akhirnya kemenangan berada di tangan kaum muslimin.
Nabi Saw dengan usaha dan jerih payahnya telah mengubah masyarakat Arab jahiliyah dalam waktu yang singkat menjadi masyarakat yang bertauhid. Di masa hidupnya hampir seluruh masyarakat semenanjung Arab telah memeluk Islam sebagai agama mereka. Dan pada priode selanjutnya hingga kini perkembangan Islam semakin terus berlanjut dan kini menjadi sebuah agama yang mendunia dan terus berkembang. Nabi Saw telah berpesan kepada kaum muslimin bahwa sepeninggalnya, hendaklah berpegang teguh pada Al-Quran dan keluarganya As dan jangan sampai terpisah dari keduanya. Hal tersebut disampaikannya dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada peristiwa Ghadir Khum, saat Imam Ali As dilantik sebagai khalifah sepeninggalnya kelak.
Nabi besar Islam Saw:
“Di sisiku, mendirikan dua rakaat di pertengahan malam lebih aku sukai dari dunia dan seisinya”
Thabatabāi, Sunanun Nabi, hlm. 288
Nabi besar Islam Saw:
“ Usaha dan jerih payah yang berlebihan tidak ada di dalam kehidupan kami”
Thabatabāi, Sunanun Nabi, hlm. 63
Nabi besar Islam Saw:
“ Seburuk-buruknya dosa adalah mempermainkan kehormatan saudara muslimnya”
Payāme Payāmbar, hlm. 717
Nabi besar Islam Saw:
“ Seberat-beratnya sesuatu dalam timbangan amal seorang mukmin adalah akhlak yang mulia; Allah tidak menyukai orang yang jelek perkataannya, ucapannya dan bahasanya”
Payāme Payāmbar, hlm. 701
Salah satu tulisan kaligrafi Nabi Muhammad Saw

Riwayat Hidup

Mengenai kehidupan Nabi Muhammad Saw, terdapat banyak sumber yang valid dalam literatur sejarah dan dapat diakui bahwa peristiwa dan kejadian yang menimpa dalam kehidupannya lebih sempurna dan lebih teliti dibandingkan dengan kehidupan para Nabi lainnya. Namun walaupun demikian, seperti sebagian tokoh-tokoh sejarah lainnya, masih belum bisa diketahui secara rinci dari kehidupannya dan terkadang ada kesimpangsiuran dan perbedaan-perbedaan. (lihat: Sumber-sumber pengetahuan dari kehidupan Nabi Saw). Meskipun perbedaan-perbedaan ini dapat memberikan gambaran yang jelas dari kehidupannya.

Dari Kelahiran Hingga Pengutusan

Nasab, Julukan dan Gelar

Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muthalib (Syaibah al-Hamd, ‘Amir) bin Hasyim (‘Amr al-‘Ula) bin Abdu Manaf (Mughirah) bin Qushai (Zaid) bin Kilab (Hakim) bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (‘Amr) bin Ilyas bin Mudhir bin Nizar (Khuldan) bin Ma’adda bin Adnan. Salam atas mereka. [1]
Ibu Nabi Besar Islam adalah Aminah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Ketika Nabi Muhammad Saw berumur 6 tahun 3 bulan (4 tahun menurut sebagian pendapat), ibunya membawa ia pergi ke kota ''Yatsrib''(Madinah) sehingga sanak familinya (dari keluarga ibu Abdul Muthalib dari kabilah Bani ''Ady'' bin ''Najjar'') dapat melihatnya. Dalam perjalanan pulang, Bunda Aminah meninggal dunia di daerah ''Abwa'' dalam perjalanan menuju Mekah dan dimakamkan di situ. Ia ketika itu berumur 30 tahun. [2] Allamah Majlisi berkata: “Syiah Imamiyah sepakat secara ijma’ atas keimanan Abu Thalib, Aminah binti Wahb dan Abdullah bin Abdul Muthalib dan kakek buyut Rasulullah sampai Nabi Adam as. [3]
Nama-nama panggilan nabi besar islam adalah Abul Qasim dan Abu Ibrahim. [4]
Sebagian gelar-gelar beliau adalah: Al-Musthofa, Habibullah, Shafiullah, Kahiru Khalqillah,Sayidul Mursalin, Khatam al-Nabiyin, Rahmatan li al-Alamin dan Nabiyu Ummi. [5]

Kelahiran

Salam sejahtera atasmu Ya Muhammad Saw
Tahun kelahiran Nabi Muhammad Saw tidak bisa diketahui dengan pasti. Ibnu Hisyam dan yang lainnya menulis tanggal kelahirannya di tahun gajah (yaitu tahun dimana raja Abrahah datang merusak Kabah dengan gajah-gajahnya); namun sejarah ini bisa jelas, bagi orang-orang yang mereka menyaksikan sendiri kejadian itu, namun untuk selain mereka hal ini tidak dapat dipastikan dan sampai sekarang secara pasti tidak dapat juga dikatakan bahwa sebenarnya kapan dan pada tahun apa peristiwa perang gajah terjadi. Namun walaupun demikian, ketika para ahli sejarah menulis bahwa wafat nabi Muhammad Saw adalah pada tahun 632 M, dan ketika wafat Ia berumur 63 tahun oleh karena itu tahun kelahirannya dapat diperkirakan sekitar tahun 569- 570. [6] Hari kelahiran nabi besar Islam menurut pendapat masyhur Syiah adalah 17 Rabiul Awwal dan menurut pendapat masyhur Ahlu Sunnah adalah 12 Rabiul Awwal.[7]

Masa Kecil

Para ahli sejarah menulis berbagai macam cerita dari kehidupannya, namun memilah dan memisahkan kenyataan sejarah dan cerita fiktif dapat dilakukan jika kita sandarkan pada dalil-dalil yang kuat. Dalil-dalil semacam Al-Quran dan Sunnah (riwayat) mampu menjelaskan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun yang lampau. Adapun Al-Quran dalam bidang ini tidak memiliki kecuali pengisyaratan yang sifatnya partikel. Dari pengisyaratan ini dan juga dari apa yang ditulis oleh para sejarawan, menjadi sebuah kesepakatan bahwa Nabi Muhammad Saw masa kecilnya berlalu dalam keadaan yatim. [8]
Abdullah, beberapa bulan setelah pernikahannya dengan Aminah -salah seorang putri dari Wahb kepala suku dari kabilah bani Zuhrah- ia meninggal dunia di kota Yastrib, dalam salah satu perjalanan dagangnya, sekembalinya dari Syam. Sebagian para sejarawan menulis bahwa Abdullah meninggal dunia beberapa bulan setelah kelahiran Nabi Muhammad Saw. Selanjutnya Nabi Muhammad Saw menjalani masa penyusuannya pada seorang perempuan dari kabilah bani Sa’d yang bernama Halimah. Di saat masih berusia 6 tahun ibunya meninggal dunia. Abdul Muttalib kakeknyalah yang kemudian bertanggungjawab untuk mengasuh dan membesarkannya. Di usianya yang ke 8 tahun, Abdul Mutthalib mengucapkan salam terakhirnya pada dunia dan Muhammad pun berada di bawah asuhan pamannya Abu Thalib. [9]
Di rumah Abu Thalib, istrinya, Fatimah binti Asad sangat menyayangi Muhammad, sampai kemudian ketika Ia wafat, Nabi bersabda: ̋ Hari ini ibuku wafat. ̏ Nabi sendirilah yang mengkafaninya dengan pakaiannya sendiri dan turun ke dalam kuburannya dan tidur di liang lahatnya. Akibat perbuatannya itu, dikatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah! Mengapa engkau sangat gelisah dengan kematian Fatimah?” Ia menjawab: “ Sesungguhnya Ia adalah ibuku, dia membiarkan anak-anaknya lapar sedangkan aku dalam keadaan kenyang, dia membiarkan anaknya dalam keadaan kotor sedangkan aku dijaga untuk selalu bersih dan rapi, hakekatnya ia adalah ibuku.” [10]

Awal Perjalanan Ke Syam dan Ramalan Seorang Pendeta Nasrani

Para ahli sejarah menulis bahwa Muhammad ketika kecil pernah pergi mengadakan perjalanan bersama Abu Thalib pamannya ke Syam dan di pertengahan jalan pada sebuah tempat bernama Bashra seorang pendeta nasrani bernama Bukhira melihat pada dirinya tanda-tanda kenabian. Iapun memberi pesan kepada Abu Thalib dan secara khusus memberikan nasehat kepadanya untuk menjaga Muhammad dari bahaya gangguan kaum Yahudi sebagai musuhnya. Diriwayatkan, setelah para rombongan berpencar meninggalkan tempat pendeta nasrani. Pendeta tersebut menahan Muhammad sejenak dan berkata kepadanya, “Demi Latta dan Uzza aku bersumpah, apa yang aku tanyakan padamu, jawablah!” Muhammad Saw menjawab, “Jangan bertanya kepadaku dengan nama Latta dan Uzza, karena sesungguhnya tidak ada yang lebih aku benci dari kedua nama tersebut.” Kemudian Bukhaira memberikan sumpah kepadanya dengan nama Allah SWT.[11]

Khalfu al-Fudhul

Dari peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sebelum pernikahan Nabi Muhammad Saw, adalah keikutsertaannya dalam sebuah perjanjian bernama Halfu al-Fudhul, di mana sebagian penduduk Mekah ketika itu juga ikut hadir dalam perjanjian tersebut supaya mereka “melindungi dari setiap orang yang terzalimi dan mengembalikan haknya”. Nabi Saw di masa mendatang pula akan memuji perjanjian seperti ini dan mengatakan bahwa seandainya sekali lagi Ia diajak untuk mengadakan perjanjian semacam ini, Ia akan ikut serta. (lihat: keremajaan Nabi Saw) [12]

Perkawinan

Nabi besar Islam Saw:
“ خِيارُكم خِيارُكم لِنِسائِهِم”
“Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang memperlakukan istrinya dengan sebaik-baiknya”
Payāme Payāmbar, hlm. 432-433
Muhammad Saw ketika berumur 25 tahun, Abu Thalib berkata kepadanya: Rombongan Quraisy sudah bersiap untuk berangkat ke Syam. Khadijah binti Khuwailid, sekelompok dari keluarganya telah memberikan modal kepadamu supaya berdagang untuknya dan bersekutu dalam keuntungan. Jika engkau mau dia juga akan menerimamu. Kemudian dia berkata dengan Khadijah dan ia menerimanya. Telah diriwayatkan dari Ibnu Ishaq bahwa Khadijah mengenal Muhammad dengan amanat dan kebesaran yang beliau miliki, kemudian dia mengirimkan pesan kepadanya: Jika engkau siap berdagang dengan hartaku, aku akan membayar sahammu lebih dari yang lain. [13] Baiat yang Dipaksakan
Nabi besar Islam Saw:
انّ الله تعالى يبغض الطلاقَ”
“Sesungguhnya Allah Swt murka dengan orang yang melakukan talak ”
Payāme Payāmbar, hlm. 574-575
Dari perjalanan dagang ini, Khadijah mendapatkan keuntungan yang sangat banyak, karena, seorang laki-laki yang memutar hartanya dengan berdagang adalah seorang yang terkenal dalam penjagaan amanat, kejujuran dan moral yang baik. Setelah perjalanan dagang inilah Khadijah melangsungkan perkawainannya dengan Muhammad Saw. Muhammad Saw sebagaimana yang kami tulis ketika itu berusia 25 tahun dan mereka menulis usia Khadijah ketika itu 40 tahun, tetapi dengan melihat pada anak-anak yang dilahirkan Khadijah, bisa diperkirakan bahwa usia beliau lebih muda dari ukuran yang telah tertulis dan para ahli sejarah arab memilih angka 40 karena bilangan tersebut adalah bilangan yang sempurna. [14]

Khadijah untuk Muhammad telah melahirkan beberapa anak di mana putra-putranya telah meninggal dunia di masa kecil dan di antara putri-putrinya yang ternama adalah Siti Fatimah. (lihat: Putra putri Nabi Saw.)
Nabi besar Islam Saw:
“ما اَكرَمهُنّ الا كَريمٌ و ما اَهانهُنّ الا لَئيمٌ”
“Tidak memuliakan para wanita kecuali dia seorang yang mulia dan tidak menghinakan mereka kecuali dia seorang yang bejat ”
Payāme Payāmbar, hlm. 432-433
Khadijah hidup bersama rasulullah kira-kira 25 tahun, dan di usia 65 tahun beliau meninggal dunia pada tahun 10 kenabian, satu tahun enam bulan setelah keluarnya Bani Hasyim dari pengepungan yang dikenal dengan Sy’ib Abu Thalib. Sepeninggalnya rasulullah menikah dengan Saudah binti Zam’ah bin Qais. Dan istri-istri Nabi setelahnya adalah: Aisyah, Hafsah, Zainab binti Khuzaimah bin Harits, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, Ummu Salamah, Zainab binti Jahsy, Juwairiyah binti Haritsbin Abi Dharar, Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, dan Maimunah binti Harits bin Hazn. [15]

Keturunan

Putra putri Rasulullah Saw selain Siti Fatimah Sa seluruhnya meninggal dunia di masa hidupnya Rasulullah, dan silsilah keturunannya hanya diteruskan oleh Siti Fatimah Sa. Secara keseluruhan Ia memiliki 3 orang putra dan 4 orang putri. Dan mereka adalah:
  1. Qashim (putra sulung Rasulullah yang meninggal dunia pada usia 2 tahun di Mekah.
  2. Zainab, meninggal pada tahun 8 H di Madinah.
  3. Ruqayah, meninggal pada tahun 2 H di Madinah.
  4. Ummu Kultsum, meninggal pada tahun 9 H di Madinah.
  5. Fatimah, meninggal pada tahun 11 H di Madinah dan keturunan Rasulullah dapat langgeng hanya melaluinya.
  6. Abdullah, lahir di Mekah setelah Nabi diutus dan kota itu pula meninggal dunia.
  7. Ibrahim, meninggal pada tahun 11 H di Madinah [16]

Pemasangan Hajar Aswad

Gambar Hajar Aswad di salah satu sudut Kabah
Peristiwa lain yang terjadi sebelum Nabi Muhammad Saw diutus, yang menunjukkan kedudukan beliau dalam pandangan masyarakat Mekah adalah cerita pemasangan Hajar Aswad. Kita tahu bahwa pada zaman jahiliyah Rumah Allah Ka'bah juga terhormat dalam pandangan bangsa Arab. Pernah pada satu tahun banjir masuk ke dalam Ka'bah dan merusak dinding rumah suci tersebut. Kaum Quraisy meninggikan dinding-dinding Ka'bah, ketika mereka hendak memasang Hajar Aswad, terjadi perselisihan antara ketua suku kabilah. Ketua dari setiap suku kabilah berkehendak dialah yang mendapat kehormatan untuk melakukan hal tersebut. Akhirnya suasana pun memanas. Para pemuka suku menyediakan sebuah baskom yang berisi darah dan memasukkan tangan mereka ke dalamnya. Hal ini adalah ibarat sumpah yang mengharuskan mereka untuk berperang sampai salah satu dari mereka menang. Akhirnya merekapun menerima bahwa orang pertama yang memasuki Masjid dari pintu Bani Syaibah harus menerimanya sebagai juri dan apa saja yang dikatakannya harus dilakukan. Dan orang pertama yang memasukinya adalah Muhammad Saw. Para pembesar Quraisy berkata dia adalah al-Amin seorang yang dipercaya, setiap keputusannya akan kami terima. Kemudian diceritakan kepadanya apa yang terjadi. Muhammad Saw berkata:“Bentangankanlah sebuah kain” dan ketika hal itu telah dilakukan kemudian ia meletakkan Hajar Aswad di tengah kain tersebut. Dan berkata: “Setiap kepala suku hendaklah memegang salah satu sudut kain.” Ketika mereka memegang setiap sudut kain dan membawanya, kemudian beliau mengambil Hajar Aswad tersebut dan meletakkan di tempatnya dan keputusan ini telah mencegah sebuah pertikaian besar yang dapat menumpahkan darah. [17]

Dari Pengutusan Sampai Hijrah

Goa Hira
Menurut pendapat masyhur Syiah Imamiah, pengutusan nabi Saw terjadi pada tanggal 27 Rajab. [18]
Muhammad Saw ketika mendekati tahun-tahun pengutusannya, ia mulai mengasingkan diri dari masyarakat dan ia mulai sibuk dengan beribadah kepada Tuhannya Yang Maha Esa. Setahun sekali ia mengasingkan diri ke sebuah gunung bernama Hira dan beribadah di sana dan di saat-saat inilah setiap pengemis yang datang kepadanya, ia berikan makanan kepada mereka. Kemudian dengan hati penuh dengan penghambaan ia kembali ke Mekah. Dan sebelum pergi ke rumahnya, ia melakukan tawaf mengitari Ka’bah sebanyak tujuh kali atau lebih lalu pergi ke rumahnya. [19]

Di salah satu tahun inilah, ia sering menyendiri di goa Hira ia diutus dan dipilih Allah Swt menjadi nabi.

Muhammad Saw berkata:


Jibril datang kepadaku dan berkata: Bacalah!. Aku berkata: “Aku tidak bisa membaca.” Kemudian berkata lagi: Bacalah! Aku berkata: “Apa yang aku baca?” Ia berkata:
اقْرَ‌أْ بِاسْمِ رَ‌بِّكَ الَّذِي خَلَقَ﴿
"bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan."
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa ketika ia diutus umurnya telah sampai empat puluh tahun. [20] Rasulullah Saw dengan mendapatkan ayat-ayat permulaan surah al-Alaq sebagai ayat-ayat pertama yang telah turun kepadanya, dan dengan datangnya risalah di tempat pengasingannya, beliau kembali ke Mekah. Keadaan semacam ini, yang berkelanjutan hingga malam, tidak pernah terjadi sebelumnya pada dia, oleh karena itu suatu hal yang alami jika sebelum melakukan sesuatu ia langsung pergi ke rumahnya. Ada 3 orang yang tinggal di rumahnya: Khadijah, istri mulia beliau, anak paman beliau Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah. [21] Nabi Saw dalam ajakannya pertamanya mulai mengajak keluarganya untuk mentauhidkan Tuhan. Dan orang pertama yang menyatakan keimanannya adalah istrinya Khadijah, dan dari laki-laki anak paman beliau Ali bin Abi Thalib As yang mana pada waktu itu ia berada dalam asuhan dan lindungan Nabi Saw. [22] Dalam sumber-sumber madzhab islam lainnya, dikatakan bahwa seperti Abu Bakr dan Zaid bin Haritsah mereka juga termasuk dari orang-orang yang pertama kali masuk islam. [23] Meskipun ajakan pertama Nabi sangatlah terbatas, akan tetapi jumlah kaum muslimin makin terus bertambah, dan dalam waktu singkat orang-orang yang masuk islam pergi ke sekitar Mekah dan bersama nabi Saw mendirikan sholat. [24]


Dakwah Terang-terangan

Tertulis dalam sejarah bahwa setelah Muhammad Saw sampai pada kenabian, Ia selama tiga tahun berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Akan tetapi sebagian mencatat bahwa dengan melihat susunan penurunan ayat-ayat Al-Quran mereka berkata bahwa jarak dakwah secara umum dan terbuka dari kebangkitannya menjadi nabi sangatlah pendek. [25] Hal pertama yang dilakukan Nabi Saw adalah Ia mengajak masyarakat untuk meninggalkan penyembahan patung berhala dan mengajak mereka menyembah Tuhan Yang Esa. Pada permulaan sholat hanya dua rakaat. Kemudian untuk mereka yang menetap wajib mendirikan sholat empat rokaat dan untuk para musafir dua rokaat. Kaum muslimin ketika mendirikan sholat dan beribadah kepada Tuhan, mereka mendirikannya secara sembunyi di celah-celah gunung dan di tempat-tempat yang jauh dari lalu lalang masyarakat. Sedikit demi sedikit akhirnya kaum muslimin terpencar diberbagai sudut kota Mekah. [26]
Hal yang masyhur dalam sejarah adalah bahwa karena tiga tahun dari kenabian telah berlalu Tuhannya memberikan perintah kepadanya untuk berdakwah ke tengah masyarakat mengajak mereka kepada Tuhan Yang Esa dengan firmanNya:
﴾وَ أَنْذِرْ عَشيرَتَكَ الْأَقْرَبينَ ﴿214﴾ وَ اخْفِضْ جَناحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنينَ ﴿215﴾ فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَري‏ءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ﴿216
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, (214) dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.(215) Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah:" Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan";( 216 )

Ibnu Ishaq menulis, setelah ayat–ayat tersebut turun, Nabi Saw berkata kepada Ali As: “Hai Ali, Allah berfirman kepadaku supaya aku mengajak sanak kerabat dan familiku untuk menyembahNya, maka potonglah seekor kambing, sediakanlah beberapa potong roti dan beberapa liter susu. Kemudian Ali as pun melakukan apa yang dikatakan Rasulullah dan pada hari itu sekitar 40 orang dari anak keturunan Abdul Mutthalib datang dan semuanya merasa kenyang dari makanan yang telah dihidangkan. Namun begitu Rasulullah hendak memulai pembicaraannya, Abu Lahab berkata dia telah menyihir kalian semua. Majelis pun berantakan. Di hari yang lain, Rasulullah Saw kembali mengundang mereka dan berkata: “Hai anak keturunan Abdul Mutthalib ! Aku tak menduga ada dari orang Arab yang membawa sesuatu yang itu lebih baik dari apa yang aku bawa untuk kaumnya. Aku membawa kalian kepada dunia dan akherat.” . [27]
Thabari menulis, :”Ketika Rasulullah menyampaikan dakwahnya kepada sanak kerabat dan familinya, Ia berkata: “Siapa diantara kalian yang menolong dan membantuku dalam perkara ini sehingga ia akan aku jadikan saudaraku, washiku dan khalifahku di tengah-tengah kalian?” Semua diam dan Ali As berkata: “Ya Rasulullah, dia adalah aku .” Nabipun bersabda: “Ini adalah washiku, dan khalifahku di tengah-tengah kalian; dengarlah kata-katanya dan ambillah perintah darinya.” [28] Beginilah yang diriwayatkan, para ahli sejarah lainnya dan penulis-penulis sejarah juga membawakan hadits yang serupa karenanya termasuk dari hadits-hadits terkenal. [29]
Nabi besar Islam Saw:
“ حُسنُ الخُلقِ و حُسنُ الجَوارِ يَعمرانِ الديارِ ”
“Akhlak mulia dan tetangga yang baik bisa memakmurkan dunia ”
Payāme Payāmbar, hlm. 432-433
Secara bertahap jumlah kaum muslimin bertambah dan kekhawatiran para pembesar Quraisy pun bertambah. Mereka datang menghadap Abu Thalib paman dan pelindung Nabi Saw dan meminta kepadanya untuk menahan dakwah yang dimulai oleh keponakannya itu. Suatu hari mereka meminta kepadanya supaya Muhammad Saw diserahkan kepada mereka untuk mereka bunuh dan sebagai penggantinya, dia berhak mengambil ‘Umarah bin Walid seorang pemuda tampan dan menurut keyakinan mereka juga pintar. Abu Thalib berkata, “Aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh dan aku mendidik anak kalian? Alangkah sulit tugas itu.” [30]
Kaum Quraisy dikarenakan perjanjian suku kabilah, mereka tidak dapat mencelakai Nabi secara fisik, karena jika hal itu terjadi maka mereka akan berhadapan dengan Bani Hasyim, dan kemungkinan ada hal-hal lain yang dapat menimpa mereka yang mungkin akan mempersulit mereka. Oleh karena itu, pertentangan mereka kepada Nabi hanya sebatas menjelek-jelekkan nabi dan mengganggunya. Namun sikap mereka kepada orang-orang yang baru masuk Islam yang yang tidak mempunyai pelindung, mereka benar-benar menyiksanya. [31]
Perlahan-lahan perselisihan pun mulai tampak jelas. Kaum Quraisy sekali lagi datang menghadap Abu Thalib dan mereka meminta kepadanya untuk mencegah anak saudaranya itu untuk tidak menindaklanjuti langkah yang telah ia ambil. Kemudian Abu Thalib menyampaikan hal tersebut kepada anak saudaranya itu dan Nabi Saw menjawab, “Demi Allah, jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku aku tidak akan melepaskan ajakanku ini.” Abu Thalib pun berkata, “Sekarang jika demikian yang kau kehendaki, maka teruskanlah apa yang hendak kau lakukan dan aku tidak akan membiarkan mereka mencelakakanmu.” Sejak saat itu kaum Quraisy dengan tidak segan selalu berupaya mengganggunya dan para pengikutnya. [32]

Hijrah Kaum Muslimin ke Habasyah

Dengan semakin bertambahnya jumlah kaum muslimin, permusuhan dan pertentangan kaum Quraisy kepada Muhammad Saw semakin tajam. Namun Muhammad berada dalam lindungan Abu Thalib dan karena adanya perjanjian suku kabilah maka mereka tidak mampu mencelakakan nabi secara fisik. Akan tetapi jika dibandingkan dengan para pengikutnya terutama bagi mereka yang tidak memiliki pelindung, mereka tidak sekejap pun membiarkannya kecuali menyiksa dan menganiaya mereka. Penganiayaan yang dilakukan terhadap orang-orang yang baru masuk Islam bagi nabi adalah hal yang sangat menyakitkan dan membuatnya berduka cita. Dengan terpaksa akhirnya nabi menyuruh mereka untuk berhijrah ke negeri Habasyah. Kepada mereka dikatakan bahwa, “Di negri sana ada seorang raja yang tidak pernah menganiaya seorangpun, pergilah kalian ke sana dan tinggallah di sana sampai Allah SWT membebaskan kalian dari musibah ini.” Ketika kaum Quraisy mengetahui bahwa orang-orang yang baru masuk Islam ini ingin pergi berhijrah ke Habasyah, mereka mengirim Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah menghadap Najasyi raja Habasyah supaya mengembalikan orang-orang yang akan berhijrah ke negerinya itu. Najasyi setelah mendengar omongan perwakilan Quraisy dan jawaban kaum muslimin, ia menolak untuk menyerahkan orang-orang muslim tersebut kepada perwakilan Quraisy. Dengan demikian perwakilan Quraisy kembali ke Mekah dengan tangan hampa. [33]

Pengepungan Bani Hasyim

Karena kaum Quraisy melihat kaum muslimin di Mekah hari demi hari semakin berkembang, dan juga melihat raja Najasyi tidak menyerahkan orang-orang muslim yang berhijrah ke Habasyah kepada delegasi kaum Quraisy, akhirnya mereka berencana untuk menekan Muhammad Saw dan Bani Hasyim dari sisi ekonomi. Mereka menulis surat perjanjian yang isinya adalah tidak berhak seorang pun memberikan anak perempuannya kepada anak keturunan Hasyim dan Abdul Mutthalib atau mengambil anak perempuan dari mereka. Seseorang tidak berhak menjual sesuatu kepada mereka dan atau membeli sesuatu dari mereka. Kemudian surat perjanjian ini digantung di tembok Kabah. Sejak saat itu, Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutthalib terpaksa menjalani kehidupan mereka dan terkepung di lembah yang bernama Syib Abi Yusuf yang kemudian dikenal dengan nama Syib Abi Thalib. [34]
Pengepungan Bani Hasyim berlanjut selama 2 atau 3 tahun. Dalam jangka waktu tersebut mereka benar-benar mengalami kesulitan hidup yang sangat berat. Satu dua orang dari sanak famili mereka, secara diam-diam pada malam hari mengantarkan tepung gandum dan makanan lainnya kepada mereka. Pada suatu malam, Abu Jahl yang benar-benar memusuhi Bani Hasyim, mengetahui hal tersebut. Iapun mencegat dan menghalangi Hakim bin Hazam yang biasa membawa barang berupa tepung gandum untuk Khadijah. Beberapa orang ikut campur tangan dan bangkit menegur perbuatan Abu Jahal. Sedikit demi sedikit beberapa kelompok dari mereka menyesali tindakan yang mereka lakukan dan mulai bangkit mendukung Bani Hasyim dan mengatakan bahwa mengapa Bani Makhzum hidup dalam kenikmatan sedangkan putra-putra Hasyim dan Abdul Mutthalib hidup dalam kesengsaraan. Akhirnya mereka berkata surat perjanjian yang telah diputuskan tersebut harus dimusnahkan. Sekelompok dari orang-orang yang ikut dalam perjanjian tersebut berencana untuk merobek surat perjanjian tersebut. Dalam catatan riwayat Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq dituliskan bahwa ketika mereka mendatangi surat perjanjian, mereka melihat bahwa surat tersebut sudah dimakan rayap dan yang tersisa hanya tulisan “باسمک اللهم” . [35]
Ibnu Hisyam menulis bahwa sekelompok dari cendikiawan berkata: “Abu Thalib pergi dan berkata kepada kaum Quraisy: Anak saudaraku berkata surat perjanjian yang kalian tulis telah dimakan rayap dan yang tersisa hanya tulisan yang ada nama Tuhan; lihatlah jika perkataannya benar maka batalkanlah perjanjian kalian dan jika dia berkata bohong dia akan aku serahkankepada kalian. Ketika mereka mendatangi surat perjanjian itu, mereka melihat rayap telah memakan semua kertas itu hanya nama Tuhan yang tertinggal. Dengan demikian perjanjian pengepuan Bani Hasyim pun batal dan mereka pun keluar dari lembah (Syib) Abi Thalib. [36]

Hijrah ke Madinah

Ilustrasi hijrah nabi ke Madinah

Perjalanan ke Thaif

Beberapa saat setelah keluarnya nabi Saw dari lembah (Syib) Abi Thalib, dua orang kerabat yang paling dekat dengannya yaitu Khadijah dan Abi Thalib wafat. [37] (dengan wafatnya Abu Thalib), nabi Saw telah kehilangan seorang yang sangat gigih melindunginya dan kaum musyrikin pun dengan kesempatan yang ada menambah penyiksaan dan penganiayaan mereka kepada nabi Saw dan kaum muslimin. Usaha nabi Saw untuk mengajak penduduk luar Mekah, terutama Thaif pun tidak berhasil dan dengan perasaan kecewa dan sedih ia kembali ke Mekah. [38]

Situasi dan Kondisi Madinah

Akhirnya perhatian nabi tertuju pada kota Yatsrib, yaitu kota yang penduduknya siap diajak untuk menyerukan Islam. Para ahli sejarah menulis, “Kadang-kadang terjadi perselisihan antara kaum yahudi Yatsrib dengan kaum Arab penyembah patung berhala dan kaum Yahudi berkata kepada mereka segera akan datang seorang nabi dari keturunan Israel yang akan memegang kepemimpinan kami dan kami akan dapat menguasai kalian.” Dengan demikian lahan kemunculan dan kedatangan seorang nabi sudah siap di benak penduduk Yatsrib. Di sisi lain, Kabilah-kabilah yang terpencar yang hidup di kota ini satu sama lain selalu sering bertikai. Pada tahun-tahun dekat dengan hijrahnya nabi terjadi persengketaan yang sangat berat antara dua kabilah Aus dan Khazraj. Persengketaan itu dikenal dengan hari Bu’ats. Dalam pertempuran tersebut banyak sekali orang yang tewas dari kedua belah pihak. Sampai-sampai kedua kabilah sudah bosan dan lelah dengan pertikaian yang tiada henti-hentinya dan mereka menghendaki perdamaian. Namun sesuai dengan tradisi yang marak di kalangan mereka bahwa supaya tidak lagi terjadi pertikaian di antara mereka, pihak yang bertikai harus membayar tebusan kepada salah seorang dari keluarga mereka yang tewas terbunuh saat perang berkobar. Dan jumlah yang harus dibayar akan ditentukan oleh seorang pembesar yang semua pihak menerima kepemimpinannya. selain itu keputusan itu harus diambil oleh seorang yang dia tidak ikut andil dalam pertikaian tersebut. Untuk menemukan seseorang yang memiliki ciri kepribadian seperti itu sangat kecil kemungkinannya ditemukan di kota Yatsrib.Hal ini dikarenakan beberapa dalil: pertama: kebanyakan dari pemimpin-pemimpin utama suku-suku kabilah mereka semuanya ikut terjun dalam peperangan. Kedua: setiap pemimpin suku kabilah tidak ada yang mau mengalah dari yang lain. Dikatakan bahwa masyarakat hendak memilih Abdullah bin Ubay bin Salul sebagai pemimpin kota, seorang yang cukup kuat dan tidak berpihak pada siapapun dalam peperangan. Dan bahkan dikatakan bahwa masyarakat sudah mempersiapkan segalanya untuknya. Akan tetapi di hari-hari tersebut, di Mekah terjadi peristiwa lain. [39]
Nabi besar Islam Saw:
“ الجَنّةُ حرامٌ علی کلِّ فاحِش ان یَدخُلَها”
“Surga diharamkan bagi para pencabul untuk memasukinya”
Payāme Payāmbar, hlm. 378-379


Pertemuan Nabi dengan Para Jemaah Haji dari Madinah

Salah satu metode yang dilakukan nabi Saw dalam berdakwah adalah ketika musim haji tiba. Ia pergi mendekati para kabilah yang datang untuk berziarah dan menunaikan manasik haji dan memperkenalkan mereka dengan ajaran Islam. Pada suatu hari, enam orang dari kabilah Khazraj datang menemui Nabi Muhammad. Nabi pun memanfaatkan kesempatan itu dengan menyampaikan risalahnya kepada mereka. Setelah mendengar pembicaraannya yang memberikan harapan akan terjadinya perdamaian, kesentosaaan dan penjagaan jika ajaran-ajaran Islam diamalkan, merekapun menyambutnya dan berkata, “Kami akan kembali ke masyarakat kami dan kami akan memberitahu mereka tentang agamamu, mudah-mudahan dengan itu peperangan dan pertikaian akan sirna dari kota kami. Jika engkau adalah penyebab terjadinya persatuan di antara kami maka engkau akan menjadi seorang yang paling mulia di sisi kami.” [40]
Kemudian enam orang tersebut kembali ke kota Yatsrib, dan mengabarkan kepada penduduk kota tentang ajakan dakwah Muhammad Saw. Mayoritas penduduk bahagia dengan berita tersebut. Sebab sebagaimana yang diketahui, bahwa mereka sebelumnya telah mengetahui cerita akan munculnya seorang nabi yang dengan mengajak nabi tersebut ke kota mereka, maka kota mereka akan mendapatkan kemuliaan. Selain itu, mereka lebih menerima pemimpin yang mereka yakini datangnya dari Allah dibanding yang berasal dari penetapan kabilah. Alasan lainnya, Muhammad bukan bagian dari penduduk kota dan tidak pernah ambil andil dalam peperangan maupun konflik yang sebelumnya sering terjadi di kota tersebut. [41]

Perjanjian Aqabah Pertama

Pada saat yang lain, ketika musim Haji kembali datang 12 orang dari penduduk Madinah berbaiat kepada Nabi Muhammad Saw di sebuah tempat yang bernama Aqabah. Baiat mereka berisikan beberapa hal berikut: Mereka tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina dan tidak membunuh anak-anak mereka (lihat: mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan) tidak menuduh seseorang, melakukan segala perbuatan baik yang diperintahkan Muhammad Saw. Muhammad Saw mengutus seorang pemuda bernama Mus’ab bin Umair untuk datang ke Yatsrib bersama mereka, dengan tujuan untuk mengajarkan Al-Quran kepada penduduk setempat dan sekaligus ingin mengetahui keadaan kota dan sebesar mana sambutan penduduk Yastrib terhadap Islam. [42]

Perjanjian Aqabah Kedua

Di tahun berikutnya, yaitu pada tahun 13 dari kenabian. Pada musim Haji, 73 orang terdiri dari laki-laki dan perempuan, setelah menyelesaikan manasik haji, mereka berkumpul di Aqabah. Rasulullah saat itu bersama dengan pamannya, Abbas bin Abdul Mutthalib datang mendekati mereka. Para ahli sejarah menulis bahwa: Pembicara pertama ketika itu adalah Abbas, ia berkata, “Wahai kaum Khazraj! Muhammad adalah dari kami, dan segala sesuatu yang mampu kami lakukan untuk menjaganya dari perbuatan jahat penduduk telah kami lakukan. Sekarang ia akan datang di sisi kalian dan hidup bersama kalian jika kalian mampu, maka lindungi dan jagalah ia dari kejahatan orang-orang yang menentangnya hal itu akan lebih baik dan jika tidak dari sejak saat ini maka tinggalkanlah ia.”
Mereka dalam menjawab pernyataan Abbas berkata: “Kami semua telah mendengar apa yang engkau katakan, maka sekarang giliranmu wahai Rasulullah, katakanlah apa yang terbaik yang ada padamu dan Tuhanmu!”
Nabi Saw kemudian membaca beberapa ayat dari Al-Quran dan berkata, “Aku akan berbaiat dengan kalian, kalian harus melindungiku seperti salah satu orang dari kalian.” Delegasi dari penduduk Madinah berbaiat padanya dan berikrar bahwa yang memusuhi Rasulullah akan juga menjadi musuhnya, dan bertema dengannya juga akan menjadi teman mereka. Merekapun bertekad. Siapapun yang memerangi Rasulullah, mereka akan bangkit memeranginya.
Baiat tersebut tersebut dalam sejarah dikenal dengan istilah baiat al-Harb. Maka setelah pembaiatan tersebut, nabi memberikan izin kepada kaum muslimin untuk pergi ke kota Yatsrib dan mereka pun pergi ke kota tersebut yang disambut oleh keramahan penduduk Yatsrib. Dalam sejarah Islam, mereka yang datang dari Mekah ke Madinah dikenal dengan sebutan Muhajirin dan mereka yang berada di Madinah menyambut kedatangan para muhajirin dinamakan kaum Anshor. [43]


Persekongkolan Dar al-Nadwah

Dengan mengetahui, penerimaan penduduk Madinah atas kedatangan nabi di kota tersebut, para pemuka Quraisy menjadi khawatir. Terlebih lagi penduduk Madinah telah mengikat janji dengan nabi untuk menolongnya. Hal itu tentu saja akan menjadi sebuah kontribusi besar terhadap penyebaran dakwah Islam. Jika Nabi Muhammad Saw berhasil menyebarkan Islam dan akan semakin banyak yang menjadi pengikutnya, maka itu akan berbahaya bagi eksistensi kaum Quraisy. Mereka khawatir, setelah sekian banyak siksaan dan perlakuan yang semena-mena yang mereka lakukan terhadap nabi dan pengikut-pengikutnya, mereka suatu waktu akan melakukan pembalasan dendam dan berbalik menghancurkan mereka.
Kota Yatsrib adalah sebuah kota besar yang letaknya sangat strategis di dekat Mekah. Setiap dari pedagang Quraisy memiliki pelanggan tetap di kota Madinah. Yang jika Madinah dibawah penguasaan kaum muslimin, maka itu akan membuat mereka mengalami kerugian ekonomi. Untuk mencegah hal tersebut, mereka terpaksa membatalkan perjanjian-perjanjian suku kabilah dengan berencana akan membunuh Nabi Muhammad Saw.
Namun membunuh Muhammad bukanlah hal yang mudah, karena Bani Hasyim tidak akan tinggal diam dan pertumpahan darah di antara mereka akan tetap berkelanjutan. Untuk menemukan jalan yang sesuai mereka merencanakan pertemuan di Dar al-Nadwah yang pada akhirnya mereka menyimpulkan sebuah gagasan yaitu setiap kabilah menyiapkan seorang pemuda yang secara serempak akan menyerbu Muhammad Saw dan semua dengan serentak mengayuhkan pedang-pedang mereka kepadanya untuk membunuhnya. Dengan demikian yang membunuhnya nanti bukan satu orang dan Bani Hasyim tidak dapat bangkit meminta pertanggungan darahnya, karena perang dengan seluruh kabilah untuk mereka adalah hal yang tidak mungkin dapat dilakukan. Terpaksa mereka akan rela dengan mengambil tebusan.
Pada malam itu, ketika kaum Quraisy ingin melaksanakan rekonstruksi persekonggolan mereka, nabi dengan perintah Allah telah keluar dari kota Mekah, dan Ali As tidur di atas kasurnya (lihat: lailatul mabit) dan Ia bersama Abu Bakr bin Abi Qahafah pergi berangkat menuju kota Yastrib dan tiga hari tinggal di goa yang bernama Tsaur yang terletak di sekitar Mekah sampai orang-orang yang mencari-cari mereka putus asa. Kemudian setelah itu mereka menuju Yastrib melalui jalan yang tidak biasa dilewati manusia. [44]