Nabi Muhammad Saw
Muhammad bin Abdillah | |
Deskripsi | Nabi Muhammad Saw |
---|---|
Nama | Muhammad |
Julukan | Abul Qasim |
Gelar | Amin, Mustafa, Rasulullah, Habibullah, Shafiyallah, Sayid al-Mursalin, Khatam al-Nabiyyin, Nabi Ummi, Rahmat lil Alamin |
Tanggal Lahir | 17 Rabiul Awwal 570 M |
Tempat Lahir | Mekkah |
Tanggal Wafat | 28 Safar 11 H/632 M |
Masa Hidup | 63 Tahun |
Tempat Dikuburkan | Madinah |
Istri-istri | Khadijah, Aisya binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Zainab binti Utsamah bin Harits, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, Ummu Salamah, Zainab bintih Jahsy, Juwairiah binti Hariz Ibn Abi Dharar, Safiyah binti Harits , Maimunah binti Harits Ibnu Huzn |
Anak-anak | Fatimah, Qasim, Abdullah, Ummu Kulsum, Ruqaya, Zainab |
Walaupun ia lahir di tengah-tengah masyarakat Arab yang musyrik, namun selama hidupnya,ia senantiasa menjauhkan diri dari penyembahan patung-patung berhala serta menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan buruk yang pada saat itu menjadi tradisi dalam masyarakat Arab jahiliyah ,Sampai pada akhirnya, disaat berusia 40 tahun, Ia diangkat oleh Allah menjadi seorang nabi. Pesan terpentingnya adalah mengajak umat manusia untuk bertauhid dan menyempurnakan akhlak. Walaupun kaum musyrikin Mekah selama bertahun-tahun berlaku buruk kepadanya dan menyiksa sebagian dari pengikutnya, namun ia dan para pengikutnya sama sekali tidak melepaskan diri dari Islam. Setelah selama 13 tahun berdakwah di Mekah, pada akhirnya ia berhijrah ke Madinah. Hijrahnya ke Madinah adalah awal permulaan penanggalan Islam. Ia di Madinah telah menghadapi beberapa peperangan dengan pihak kaum musyrikin yang akhirnya kemenangan berada di tangan kaum muslimin.
Nabi Saw dengan usaha dan jerih payahnya telah mengubah masyarakat Arab jahiliyah dalam waktu yang singkat menjadi masyarakat yang bertauhid. Di masa hidupnya hampir seluruh masyarakat semenanjung Arab telah memeluk Islam sebagai agama mereka. Dan pada priode selanjutnya hingga kini perkembangan Islam semakin terus berlanjut dan kini menjadi sebuah agama yang mendunia dan terus berkembang. Nabi Saw telah berpesan kepada kaum muslimin bahwa sepeninggalnya, hendaklah berpegang teguh pada Al-Quran dan keluarganya As dan jangan sampai terpisah dari keduanya. Hal tersebut disampaikannya dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada peristiwa Ghadir Khum, saat Imam Ali As dilantik sebagai khalifah sepeninggalnya kelak.
Nabi besar Islam Saw:
Thabatabāi, Sunanun Nabi, hlm. 288
Nabi besar Islam Saw:
Thabatabāi, Sunanun Nabi, hlm. 63
Nabi besar Islam Saw:
Payāme Payāmbar, hlm. 717
Nabi besar Islam Saw:
Payāme Payāmbar, hlm. 701
Daftar isi
- 1 Riwayat Hidup
- 2 Dari Kelahiran Hingga Pengutusan
- 3 Dari Pengutusan Sampai Hijrah
- 3.1 Dakwah Terang-terangan
- 3.2 Hijrah Kaum Muslimin ke Habasyah
- 3.3 Pengepungan Bani Hasyim
- 3.4 Hijrah ke Madinah
- 3.5 Perjalanan ke Thaif
- 3.6 Situasi dan Kondisi Madinah
- 3.7 Pertemuan Nabi dengan Para Jemaah Haji dari Madinah
- 3.8 Perjanjian Aqabah Pertama
- 3.9 Perjanjian Aqabah Kedua
- 3.10 Persekongkolan Dar al-Nadwah
- 4 Periode Kehidupan dari Hijrah sampai Wafat
- 4.1 Kaum Munafik dan Kaum Yahudi
- 4.2 Pergantian Kiblat
- 4.3 Perang Badr
- 4.4 Pertempuran dengan Kaum Yahudi
- 4.5 Perang Uhud
- 4.6 Peperangan Bani Nadhir dan Daumah al-Jandal
- 4.7 Peperangan Ahzab, Bani Quraidhah dan Bani Mushtaliq
- 4.8 Perdamaian Hudaibiah
- 4.9 Ajakan Nabi Untuk Kepala-kepala Negara kepada Islam
- 4.10 Perang Khaibar
- 4.11 Ziarah ke Baitullah
- 4.12 Pembukaan Kota Mekah
- 4.13 Perang Hunain
- 4.14 Perang Tabuk
- 4.15 Amul Wufud
- 4.16 Haji Terakhir Nabi Saw dan Ghadir Khum
- 4.17 Wafat
- 4.18 Pengganti Nabi Saw
- 5 Kepribadian Nabi
- 6 Kedudukan Nabi dalam Keyakinan Syiah
- 7 Sumber-sumber Riwayat dari Nabi Saw
- 8 Telaah lebih Jauh
- 9 Catatan Kaki
- 10 Daftar Pustaka
Riwayat Hidup
Mengenai kehidupan Nabi Muhammad Saw, terdapat banyak sumber yang valid dalam literatur sejarah dan dapat diakui bahwa peristiwa dan kejadian yang menimpa dalam kehidupannya lebih sempurna dan lebih teliti dibandingkan dengan kehidupan para Nabi lainnya. Namun walaupun demikian, seperti sebagian tokoh-tokoh sejarah lainnya, masih belum bisa diketahui secara rinci dari kehidupannya dan terkadang ada kesimpangsiuran dan perbedaan-perbedaan. (lihat: Sumber-sumber pengetahuan dari kehidupan Nabi Saw). Meskipun perbedaan-perbedaan ini dapat memberikan gambaran yang jelas dari kehidupannya.Dari Kelahiran Hingga Pengutusan
Nasab, Julukan dan Gelar
Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muthalib (Syaibah al-Hamd, ‘Amir) bin Hasyim (‘Amr al-‘Ula) bin Abdu Manaf (Mughirah) bin Qushai (Zaid) bin Kilab (Hakim) bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (‘Amr) bin Ilyas bin Mudhir bin Nizar (Khuldan) bin Ma’adda bin Adnan. Salam atas mereka. [1]Ibu Nabi Besar Islam adalah Aminah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Ketika Nabi Muhammad Saw berumur 6 tahun 3 bulan (4 tahun menurut sebagian pendapat), ibunya membawa ia pergi ke kota ''Yatsrib''(Madinah) sehingga sanak familinya (dari keluarga ibu Abdul Muthalib dari kabilah Bani ''Ady'' bin ''Najjar'') dapat melihatnya. Dalam perjalanan pulang, Bunda Aminah meninggal dunia di daerah ''Abwa'' dalam perjalanan menuju Mekah dan dimakamkan di situ. Ia ketika itu berumur 30 tahun. [2] Allamah Majlisi berkata: “Syiah Imamiyah sepakat secara ijma’ atas keimanan Abu Thalib, Aminah binti Wahb dan Abdullah bin Abdul Muthalib dan kakek buyut Rasulullah sampai Nabi Adam as. [3]
Nama-nama panggilan nabi besar islam adalah Abul Qasim dan Abu Ibrahim. [4]
Sebagian gelar-gelar beliau adalah: Al-Musthofa, Habibullah, Shafiullah, Kahiru Khalqillah,Sayidul Mursalin, Khatam al-Nabiyin, Rahmatan li al-Alamin dan Nabiyu Ummi. [5]
Kelahiran
Tahun kelahiran Nabi Muhammad Saw tidak bisa diketahui dengan pasti. Ibnu Hisyam dan yang lainnya menulis tanggal kelahirannya di tahun gajah (yaitu tahun dimana raja Abrahah datang merusak Kabah dengan gajah-gajahnya); namun sejarah ini bisa jelas, bagi orang-orang yang mereka menyaksikan sendiri kejadian itu, namun untuk selain mereka hal ini tidak dapat dipastikan dan sampai sekarang secara pasti tidak dapat juga dikatakan bahwa sebenarnya kapan dan pada tahun apa peristiwa perang gajah terjadi. Namun walaupun demikian, ketika para ahli sejarah menulis bahwa wafat nabi Muhammad Saw adalah pada tahun 632 M, dan ketika wafat Ia berumur 63 tahun oleh karena itu tahun kelahirannya dapat diperkirakan sekitar tahun 569- 570. [6] Hari kelahiran nabi besar Islam menurut pendapat masyhur Syiah adalah 17 Rabiul Awwal dan menurut pendapat masyhur Ahlu Sunnah adalah 12 Rabiul Awwal.[7]Masa Kecil
Para ahli sejarah menulis berbagai macam cerita dari kehidupannya, namun memilah dan memisahkan kenyataan sejarah dan cerita fiktif dapat dilakukan jika kita sandarkan pada dalil-dalil yang kuat. Dalil-dalil semacam Al-Quran dan Sunnah (riwayat) mampu menjelaskan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun yang lampau. Adapun Al-Quran dalam bidang ini tidak memiliki kecuali pengisyaratan yang sifatnya partikel. Dari pengisyaratan ini dan juga dari apa yang ditulis oleh para sejarawan, menjadi sebuah kesepakatan bahwa Nabi Muhammad Saw masa kecilnya berlalu dalam keadaan yatim. [8]Abdullah, beberapa bulan setelah pernikahannya dengan Aminah -salah seorang putri dari Wahb kepala suku dari kabilah bani Zuhrah- ia meninggal dunia di kota Yastrib, dalam salah satu perjalanan dagangnya, sekembalinya dari Syam. Sebagian para sejarawan menulis bahwa Abdullah meninggal dunia beberapa bulan setelah kelahiran Nabi Muhammad Saw. Selanjutnya Nabi Muhammad Saw menjalani masa penyusuannya pada seorang perempuan dari kabilah bani Sa’d yang bernama Halimah. Di saat masih berusia 6 tahun ibunya meninggal dunia. Abdul Muttalib kakeknyalah yang kemudian bertanggungjawab untuk mengasuh dan membesarkannya. Di usianya yang ke 8 tahun, Abdul Mutthalib mengucapkan salam terakhirnya pada dunia dan Muhammad pun berada di bawah asuhan pamannya Abu Thalib. [9]
Di rumah Abu Thalib, istrinya, Fatimah binti Asad sangat menyayangi Muhammad, sampai kemudian ketika Ia wafat, Nabi bersabda: ̋ Hari ini ibuku wafat. ̏ Nabi sendirilah yang mengkafaninya dengan pakaiannya sendiri dan turun ke dalam kuburannya dan tidur di liang lahatnya. Akibat perbuatannya itu, dikatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah! Mengapa engkau sangat gelisah dengan kematian Fatimah?” Ia menjawab: “ Sesungguhnya Ia adalah ibuku, dia membiarkan anak-anaknya lapar sedangkan aku dalam keadaan kenyang, dia membiarkan anaknya dalam keadaan kotor sedangkan aku dijaga untuk selalu bersih dan rapi, hakekatnya ia adalah ibuku.” [10]
Awal Perjalanan Ke Syam dan Ramalan Seorang Pendeta Nasrani
Para ahli sejarah menulis bahwa Muhammad ketika kecil pernah pergi mengadakan perjalanan bersama Abu Thalib pamannya ke Syam dan di pertengahan jalan pada sebuah tempat bernama Bashra seorang pendeta nasrani bernama Bukhira melihat pada dirinya tanda-tanda kenabian. Iapun memberi pesan kepada Abu Thalib dan secara khusus memberikan nasehat kepadanya untuk menjaga Muhammad dari bahaya gangguan kaum Yahudi sebagai musuhnya. Diriwayatkan, setelah para rombongan berpencar meninggalkan tempat pendeta nasrani. Pendeta tersebut menahan Muhammad sejenak dan berkata kepadanya, “Demi Latta dan Uzza aku bersumpah, apa yang aku tanyakan padamu, jawablah!” Muhammad Saw menjawab, “Jangan bertanya kepadaku dengan nama Latta dan Uzza, karena sesungguhnya tidak ada yang lebih aku benci dari kedua nama tersebut.” Kemudian Bukhaira memberikan sumpah kepadanya dengan nama Allah SWT.[11]Khalfu al-Fudhul
Dari peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sebelum pernikahan Nabi Muhammad Saw, adalah keikutsertaannya dalam sebuah perjanjian bernama Halfu al-Fudhul, di mana sebagian penduduk Mekah ketika itu juga ikut hadir dalam perjanjian tersebut supaya mereka “melindungi dari setiap orang yang terzalimi dan mengembalikan haknya”. Nabi Saw di masa mendatang pula akan memuji perjanjian seperti ini dan mengatakan bahwa seandainya sekali lagi Ia diajak untuk mengadakan perjanjian semacam ini, Ia akan ikut serta. (lihat: keremajaan Nabi Saw) [12]Perkawinan
Nabi besar Islam Saw:
Payāme Payāmbar, hlm. 432-433
Nabi besar Islam Saw:
Payāme Payāmbar, hlm. 574-575
Khadijah untuk Muhammad telah melahirkan beberapa anak di mana putra-putranya telah meninggal dunia di masa kecil dan di antara putri-putrinya yang ternama adalah Siti Fatimah. (lihat: Putra putri Nabi Saw.)
Nabi besar Islam Saw:
Payāme Payāmbar, hlm. 432-433
Keturunan
Putra putri Rasulullah Saw selain Siti Fatimah Sa seluruhnya meninggal dunia di masa hidupnya Rasulullah, dan silsilah keturunannya hanya diteruskan oleh Siti Fatimah Sa. Secara keseluruhan Ia memiliki 3 orang putra dan 4 orang putri. Dan mereka adalah:- Qashim (putra sulung Rasulullah yang meninggal dunia pada usia 2 tahun di Mekah.
- Zainab, meninggal pada tahun 8 H di Madinah.
- Ruqayah, meninggal pada tahun 2 H di Madinah.
- Ummu Kultsum, meninggal pada tahun 9 H di Madinah.
- Fatimah, meninggal pada tahun 11 H di Madinah dan keturunan Rasulullah dapat langgeng hanya melaluinya.
- Abdullah, lahir di Mekah setelah Nabi diutus dan kota itu pula meninggal dunia.
- Ibrahim, meninggal pada tahun 11 H di Madinah [16]
Pemasangan Hajar Aswad
Peristiwa lain yang terjadi sebelum Nabi Muhammad Saw diutus, yang menunjukkan kedudukan beliau dalam pandangan masyarakat Mekah adalah cerita pemasangan Hajar Aswad. Kita tahu bahwa pada zaman jahiliyah Rumah Allah Ka'bah juga terhormat dalam pandangan bangsa Arab. Pernah pada satu tahun banjir masuk ke dalam Ka'bah dan merusak dinding rumah suci tersebut. Kaum Quraisy meninggikan dinding-dinding Ka'bah, ketika mereka hendak memasang Hajar Aswad, terjadi perselisihan antara ketua suku kabilah. Ketua dari setiap suku kabilah berkehendak dialah yang mendapat kehormatan untuk melakukan hal tersebut. Akhirnya suasana pun memanas. Para pemuka suku menyediakan sebuah baskom yang berisi darah dan memasukkan tangan mereka ke dalamnya. Hal ini adalah ibarat sumpah yang mengharuskan mereka untuk berperang sampai salah satu dari mereka menang. Akhirnya merekapun menerima bahwa orang pertama yang memasuki Masjid dari pintu Bani Syaibah harus menerimanya sebagai juri dan apa saja yang dikatakannya harus dilakukan. Dan orang pertama yang memasukinya adalah Muhammad Saw. Para pembesar Quraisy berkata dia adalah al-Amin seorang yang dipercaya, setiap keputusannya akan kami terima. Kemudian diceritakan kepadanya apa yang terjadi. Muhammad Saw berkata:“Bentangankanlah sebuah kain” dan ketika hal itu telah dilakukan kemudian ia meletakkan Hajar Aswad di tengah kain tersebut. Dan berkata: “Setiap kepala suku hendaklah memegang salah satu sudut kain.” Ketika mereka memegang setiap sudut kain dan membawanya, kemudian beliau mengambil Hajar Aswad tersebut dan meletakkan di tempatnya dan keputusan ini telah mencegah sebuah pertikaian besar yang dapat menumpahkan darah. [17]Dari Pengutusan Sampai Hijrah
Menurut pendapat masyhur Syiah Imamiah, pengutusan nabi Saw terjadi pada tanggal 27 Rajab. [18]Muhammad Saw ketika mendekati tahun-tahun pengutusannya, ia mulai mengasingkan diri dari masyarakat dan ia mulai sibuk dengan beribadah kepada Tuhannya Yang Maha Esa. Setahun sekali ia mengasingkan diri ke sebuah gunung bernama Hira dan beribadah di sana dan di saat-saat inilah setiap pengemis yang datang kepadanya, ia berikan makanan kepada mereka. Kemudian dengan hati penuh dengan penghambaan ia kembali ke Mekah. Dan sebelum pergi ke rumahnya, ia melakukan tawaf mengitari Ka’bah sebanyak tujuh kali atau lebih lalu pergi ke rumahnya. [19]
Di salah satu tahun inilah, ia sering menyendiri di goa Hira ia diutus dan dipilih Allah Swt menjadi nabi.
Muhammad Saw berkata:
"bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan."
Dakwah Terang-terangan
Tertulis dalam sejarah bahwa setelah Muhammad Saw sampai pada kenabian, Ia selama tiga tahun berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Akan tetapi sebagian mencatat bahwa dengan melihat susunan penurunan ayat-ayat Al-Quran mereka berkata bahwa jarak dakwah secara umum dan terbuka dari kebangkitannya menjadi nabi sangatlah pendek. [25] Hal pertama yang dilakukan Nabi Saw adalah Ia mengajak masyarakat untuk meninggalkan penyembahan patung berhala dan mengajak mereka menyembah Tuhan Yang Esa. Pada permulaan sholat hanya dua rakaat. Kemudian untuk mereka yang menetap wajib mendirikan sholat empat rokaat dan untuk para musafir dua rokaat. Kaum muslimin ketika mendirikan sholat dan beribadah kepada Tuhan, mereka mendirikannya secara sembunyi di celah-celah gunung dan di tempat-tempat yang jauh dari lalu lalang masyarakat. Sedikit demi sedikit akhirnya kaum muslimin terpencar diberbagai sudut kota Mekah. [26]Hal yang masyhur dalam sejarah adalah bahwa karena tiga tahun dari kenabian telah berlalu Tuhannya memberikan perintah kepadanya untuk berdakwah ke tengah masyarakat mengajak mereka kepada Tuhan Yang Esa dengan firmanNya:
Ibnu Ishaq menulis, setelah ayat–ayat tersebut turun, Nabi Saw berkata kepada Ali As: “Hai Ali, Allah berfirman kepadaku supaya aku mengajak sanak kerabat dan familiku untuk menyembahNya, maka potonglah seekor kambing, sediakanlah beberapa potong roti dan beberapa liter susu. Kemudian Ali as pun melakukan apa yang dikatakan Rasulullah dan pada hari itu sekitar 40 orang dari anak keturunan Abdul Mutthalib datang dan semuanya merasa kenyang dari makanan yang telah dihidangkan. Namun begitu Rasulullah hendak memulai pembicaraannya, Abu Lahab berkata dia telah menyihir kalian semua. Majelis pun berantakan. Di hari yang lain, Rasulullah Saw kembali mengundang mereka dan berkata: “Hai anak keturunan Abdul Mutthalib ! Aku tak menduga ada dari orang Arab yang membawa sesuatu yang itu lebih baik dari apa yang aku bawa untuk kaumnya. Aku membawa kalian kepada dunia dan akherat.” . [27]
Thabari menulis, :”Ketika Rasulullah menyampaikan dakwahnya kepada sanak kerabat dan familinya, Ia berkata: “Siapa diantara kalian yang menolong dan membantuku dalam perkara ini sehingga ia akan aku jadikan saudaraku, washiku dan khalifahku di tengah-tengah kalian?” Semua diam dan Ali As berkata: “Ya Rasulullah, dia adalah aku .” Nabipun bersabda: “Ini adalah washiku, dan khalifahku di tengah-tengah kalian; dengarlah kata-katanya dan ambillah perintah darinya.” [28] Beginilah yang diriwayatkan, para ahli sejarah lainnya dan penulis-penulis sejarah juga membawakan hadits yang serupa karenanya termasuk dari hadits-hadits terkenal. [29]
Nabi besar Islam Saw:
Payāme Payāmbar, hlm. 432-433
Kaum Quraisy dikarenakan perjanjian suku kabilah, mereka tidak dapat mencelakai Nabi secara fisik, karena jika hal itu terjadi maka mereka akan berhadapan dengan Bani Hasyim, dan kemungkinan ada hal-hal lain yang dapat menimpa mereka yang mungkin akan mempersulit mereka. Oleh karena itu, pertentangan mereka kepada Nabi hanya sebatas menjelek-jelekkan nabi dan mengganggunya. Namun sikap mereka kepada orang-orang yang baru masuk Islam yang yang tidak mempunyai pelindung, mereka benar-benar menyiksanya. [31]
Perlahan-lahan perselisihan pun mulai tampak jelas. Kaum Quraisy sekali lagi datang menghadap Abu Thalib dan mereka meminta kepadanya untuk mencegah anak saudaranya itu untuk tidak menindaklanjuti langkah yang telah ia ambil. Kemudian Abu Thalib menyampaikan hal tersebut kepada anak saudaranya itu dan Nabi Saw menjawab, “Demi Allah, jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku aku tidak akan melepaskan ajakanku ini.” Abu Thalib pun berkata, “Sekarang jika demikian yang kau kehendaki, maka teruskanlah apa yang hendak kau lakukan dan aku tidak akan membiarkan mereka mencelakakanmu.” Sejak saat itu kaum Quraisy dengan tidak segan selalu berupaya mengganggunya dan para pengikutnya. [32]
Hijrah Kaum Muslimin ke Habasyah
Dengan semakin bertambahnya jumlah kaum muslimin, permusuhan dan pertentangan kaum Quraisy kepada Muhammad Saw semakin tajam. Namun Muhammad berada dalam lindungan Abu Thalib dan karena adanya perjanjian suku kabilah maka mereka tidak mampu mencelakakan nabi secara fisik. Akan tetapi jika dibandingkan dengan para pengikutnya terutama bagi mereka yang tidak memiliki pelindung, mereka tidak sekejap pun membiarkannya kecuali menyiksa dan menganiaya mereka. Penganiayaan yang dilakukan terhadap orang-orang yang baru masuk Islam bagi nabi adalah hal yang sangat menyakitkan dan membuatnya berduka cita. Dengan terpaksa akhirnya nabi menyuruh mereka untuk berhijrah ke negeri Habasyah. Kepada mereka dikatakan bahwa, “Di negri sana ada seorang raja yang tidak pernah menganiaya seorangpun, pergilah kalian ke sana dan tinggallah di sana sampai Allah SWT membebaskan kalian dari musibah ini.” Ketika kaum Quraisy mengetahui bahwa orang-orang yang baru masuk Islam ini ingin pergi berhijrah ke Habasyah, mereka mengirim Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah menghadap Najasyi raja Habasyah supaya mengembalikan orang-orang yang akan berhijrah ke negerinya itu. Najasyi setelah mendengar omongan perwakilan Quraisy dan jawaban kaum muslimin, ia menolak untuk menyerahkan orang-orang muslim tersebut kepada perwakilan Quraisy. Dengan demikian perwakilan Quraisy kembali ke Mekah dengan tangan hampa. [33]Pengepungan Bani Hasyim
Karena kaum Quraisy melihat kaum muslimin di Mekah hari demi hari semakin berkembang, dan juga melihat raja Najasyi tidak menyerahkan orang-orang muslim yang berhijrah ke Habasyah kepada delegasi kaum Quraisy, akhirnya mereka berencana untuk menekan Muhammad Saw dan Bani Hasyim dari sisi ekonomi. Mereka menulis surat perjanjian yang isinya adalah tidak berhak seorang pun memberikan anak perempuannya kepada anak keturunan Hasyim dan Abdul Mutthalib atau mengambil anak perempuan dari mereka. Seseorang tidak berhak menjual sesuatu kepada mereka dan atau membeli sesuatu dari mereka. Kemudian surat perjanjian ini digantung di tembok Kabah. Sejak saat itu, Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutthalib terpaksa menjalani kehidupan mereka dan terkepung di lembah yang bernama Syib Abi Yusuf yang kemudian dikenal dengan nama Syib Abi Thalib. [34]Pengepungan Bani Hasyim berlanjut selama 2 atau 3 tahun. Dalam jangka waktu tersebut mereka benar-benar mengalami kesulitan hidup yang sangat berat. Satu dua orang dari sanak famili mereka, secara diam-diam pada malam hari mengantarkan tepung gandum dan makanan lainnya kepada mereka. Pada suatu malam, Abu Jahl yang benar-benar memusuhi Bani Hasyim, mengetahui hal tersebut. Iapun mencegat dan menghalangi Hakim bin Hazam yang biasa membawa barang berupa tepung gandum untuk Khadijah. Beberapa orang ikut campur tangan dan bangkit menegur perbuatan Abu Jahal. Sedikit demi sedikit beberapa kelompok dari mereka menyesali tindakan yang mereka lakukan dan mulai bangkit mendukung Bani Hasyim dan mengatakan bahwa mengapa Bani Makhzum hidup dalam kenikmatan sedangkan putra-putra Hasyim dan Abdul Mutthalib hidup dalam kesengsaraan. Akhirnya mereka berkata surat perjanjian yang telah diputuskan tersebut harus dimusnahkan. Sekelompok dari orang-orang yang ikut dalam perjanjian tersebut berencana untuk merobek surat perjanjian tersebut. Dalam catatan riwayat Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq dituliskan bahwa ketika mereka mendatangi surat perjanjian, mereka melihat bahwa surat tersebut sudah dimakan rayap dan yang tersisa hanya tulisan “باسمک اللهم” . [35]
Ibnu Hisyam menulis bahwa sekelompok dari cendikiawan berkata: “Abu Thalib pergi dan berkata kepada kaum Quraisy: Anak saudaraku berkata surat perjanjian yang kalian tulis telah dimakan rayap dan yang tersisa hanya tulisan yang ada nama Tuhan; lihatlah jika perkataannya benar maka batalkanlah perjanjian kalian dan jika dia berkata bohong dia akan aku serahkankepada kalian. Ketika mereka mendatangi surat perjanjian itu, mereka melihat rayap telah memakan semua kertas itu hanya nama Tuhan yang tertinggal. Dengan demikian perjanjian pengepuan Bani Hasyim pun batal dan mereka pun keluar dari lembah (Syib) Abi Thalib. [36]
Hijrah ke Madinah
Perjalanan ke Thaif
Beberapa saat setelah keluarnya nabi Saw dari lembah (Syib) Abi Thalib, dua orang kerabat yang paling dekat dengannya yaitu Khadijah dan Abi Thalib wafat. [37] (dengan wafatnya Abu Thalib), nabi Saw telah kehilangan seorang yang sangat gigih melindunginya dan kaum musyrikin pun dengan kesempatan yang ada menambah penyiksaan dan penganiayaan mereka kepada nabi Saw dan kaum muslimin. Usaha nabi Saw untuk mengajak penduduk luar Mekah, terutama Thaif pun tidak berhasil dan dengan perasaan kecewa dan sedih ia kembali ke Mekah. [38]Situasi dan Kondisi Madinah
Akhirnya perhatian nabi tertuju pada kota Yatsrib, yaitu kota yang penduduknya siap diajak untuk menyerukan Islam. Para ahli sejarah menulis, “Kadang-kadang terjadi perselisihan antara kaum yahudi Yatsrib dengan kaum Arab penyembah patung berhala dan kaum Yahudi berkata kepada mereka segera akan datang seorang nabi dari keturunan Israel yang akan memegang kepemimpinan kami dan kami akan dapat menguasai kalian.” Dengan demikian lahan kemunculan dan kedatangan seorang nabi sudah siap di benak penduduk Yatsrib. Di sisi lain, Kabilah-kabilah yang terpencar yang hidup di kota ini satu sama lain selalu sering bertikai. Pada tahun-tahun dekat dengan hijrahnya nabi terjadi persengketaan yang sangat berat antara dua kabilah Aus dan Khazraj. Persengketaan itu dikenal dengan hari Bu’ats. Dalam pertempuran tersebut banyak sekali orang yang tewas dari kedua belah pihak. Sampai-sampai kedua kabilah sudah bosan dan lelah dengan pertikaian yang tiada henti-hentinya dan mereka menghendaki perdamaian. Namun sesuai dengan tradisi yang marak di kalangan mereka bahwa supaya tidak lagi terjadi pertikaian di antara mereka, pihak yang bertikai harus membayar tebusan kepada salah seorang dari keluarga mereka yang tewas terbunuh saat perang berkobar. Dan jumlah yang harus dibayar akan ditentukan oleh seorang pembesar yang semua pihak menerima kepemimpinannya. selain itu keputusan itu harus diambil oleh seorang yang dia tidak ikut andil dalam pertikaian tersebut. Untuk menemukan seseorang yang memiliki ciri kepribadian seperti itu sangat kecil kemungkinannya ditemukan di kota Yatsrib.Hal ini dikarenakan beberapa dalil: pertama: kebanyakan dari pemimpin-pemimpin utama suku-suku kabilah mereka semuanya ikut terjun dalam peperangan. Kedua: setiap pemimpin suku kabilah tidak ada yang mau mengalah dari yang lain. Dikatakan bahwa masyarakat hendak memilih Abdullah bin Ubay bin Salul sebagai pemimpin kota, seorang yang cukup kuat dan tidak berpihak pada siapapun dalam peperangan. Dan bahkan dikatakan bahwa masyarakat sudah mempersiapkan segalanya untuknya. Akan tetapi di hari-hari tersebut, di Mekah terjadi peristiwa lain. [39]
Nabi besar Islam Saw:
Payāme Payāmbar, hlm. 378-379
Pertemuan Nabi dengan Para Jemaah Haji dari Madinah
Salah satu metode yang dilakukan nabi Saw dalam berdakwah adalah ketika musim haji tiba. Ia pergi mendekati para kabilah yang datang untuk berziarah dan menunaikan manasik haji dan memperkenalkan mereka dengan ajaran Islam. Pada suatu hari, enam orang dari kabilah Khazraj datang menemui Nabi Muhammad. Nabi pun memanfaatkan kesempatan itu dengan menyampaikan risalahnya kepada mereka. Setelah mendengar pembicaraannya yang memberikan harapan akan terjadinya perdamaian, kesentosaaan dan penjagaan jika ajaran-ajaran Islam diamalkan, merekapun menyambutnya dan berkata, “Kami akan kembali ke masyarakat kami dan kami akan memberitahu mereka tentang agamamu, mudah-mudahan dengan itu peperangan dan pertikaian akan sirna dari kota kami. Jika engkau adalah penyebab terjadinya persatuan di antara kami maka engkau akan menjadi seorang yang paling mulia di sisi kami.” [40]Kemudian enam orang tersebut kembali ke kota Yatsrib, dan mengabarkan kepada penduduk kota tentang ajakan dakwah Muhammad Saw. Mayoritas penduduk bahagia dengan berita tersebut. Sebab sebagaimana yang diketahui, bahwa mereka sebelumnya telah mengetahui cerita akan munculnya seorang nabi yang dengan mengajak nabi tersebut ke kota mereka, maka kota mereka akan mendapatkan kemuliaan. Selain itu, mereka lebih menerima pemimpin yang mereka yakini datangnya dari Allah dibanding yang berasal dari penetapan kabilah. Alasan lainnya, Muhammad bukan bagian dari penduduk kota dan tidak pernah ambil andil dalam peperangan maupun konflik yang sebelumnya sering terjadi di kota tersebut. [41]
Perjanjian Aqabah Pertama
Pada saat yang lain, ketika musim Haji kembali datang 12 orang dari penduduk Madinah berbaiat kepada Nabi Muhammad Saw di sebuah tempat yang bernama Aqabah. Baiat mereka berisikan beberapa hal berikut: Mereka tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina dan tidak membunuh anak-anak mereka (lihat: mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan) tidak menuduh seseorang, melakukan segala perbuatan baik yang diperintahkan Muhammad Saw. Muhammad Saw mengutus seorang pemuda bernama Mus’ab bin Umair untuk datang ke Yatsrib bersama mereka, dengan tujuan untuk mengajarkan Al-Quran kepada penduduk setempat dan sekaligus ingin mengetahui keadaan kota dan sebesar mana sambutan penduduk Yastrib terhadap Islam. [42]Perjanjian Aqabah Kedua
Di tahun berikutnya, yaitu pada tahun 13 dari kenabian. Pada musim Haji, 73 orang terdiri dari laki-laki dan perempuan, setelah menyelesaikan manasik haji, mereka berkumpul di Aqabah. Rasulullah saat itu bersama dengan pamannya, Abbas bin Abdul Mutthalib datang mendekati mereka. Para ahli sejarah menulis bahwa: Pembicara pertama ketika itu adalah Abbas, ia berkata, “Wahai kaum Khazraj! Muhammad adalah dari kami, dan segala sesuatu yang mampu kami lakukan untuk menjaganya dari perbuatan jahat penduduk telah kami lakukan. Sekarang ia akan datang di sisi kalian dan hidup bersama kalian jika kalian mampu, maka lindungi dan jagalah ia dari kejahatan orang-orang yang menentangnya hal itu akan lebih baik dan jika tidak dari sejak saat ini maka tinggalkanlah ia.”Mereka dalam menjawab pernyataan Abbas berkata: “Kami semua telah mendengar apa yang engkau katakan, maka sekarang giliranmu wahai Rasulullah, katakanlah apa yang terbaik yang ada padamu dan Tuhanmu!”
Nabi Saw kemudian membaca beberapa ayat dari Al-Quran dan berkata, “Aku akan berbaiat dengan kalian, kalian harus melindungiku seperti salah satu orang dari kalian.” Delegasi dari penduduk Madinah berbaiat padanya dan berikrar bahwa yang memusuhi Rasulullah akan juga menjadi musuhnya, dan bertema dengannya juga akan menjadi teman mereka. Merekapun bertekad. Siapapun yang memerangi Rasulullah, mereka akan bangkit memeranginya.
Baiat tersebut tersebut dalam sejarah dikenal dengan istilah baiat al-Harb. Maka setelah pembaiatan tersebut, nabi memberikan izin kepada kaum muslimin untuk pergi ke kota Yatsrib dan mereka pun pergi ke kota tersebut yang disambut oleh keramahan penduduk Yatsrib. Dalam sejarah Islam, mereka yang datang dari Mekah ke Madinah dikenal dengan sebutan Muhajirin dan mereka yang berada di Madinah menyambut kedatangan para muhajirin dinamakan kaum Anshor. [43]
Persekongkolan Dar al-Nadwah
Dengan mengetahui, penerimaan penduduk Madinah atas kedatangan nabi di kota tersebut, para pemuka Quraisy menjadi khawatir. Terlebih lagi penduduk Madinah telah mengikat janji dengan nabi untuk menolongnya. Hal itu tentu saja akan menjadi sebuah kontribusi besar terhadap penyebaran dakwah Islam. Jika Nabi Muhammad Saw berhasil menyebarkan Islam dan akan semakin banyak yang menjadi pengikutnya, maka itu akan berbahaya bagi eksistensi kaum Quraisy. Mereka khawatir, setelah sekian banyak siksaan dan perlakuan yang semena-mena yang mereka lakukan terhadap nabi dan pengikut-pengikutnya, mereka suatu waktu akan melakukan pembalasan dendam dan berbalik menghancurkan mereka.Kota Yatsrib adalah sebuah kota besar yang letaknya sangat strategis di dekat Mekah. Setiap dari pedagang Quraisy memiliki pelanggan tetap di kota Madinah. Yang jika Madinah dibawah penguasaan kaum muslimin, maka itu akan membuat mereka mengalami kerugian ekonomi. Untuk mencegah hal tersebut, mereka terpaksa membatalkan perjanjian-perjanjian suku kabilah dengan berencana akan membunuh Nabi Muhammad Saw.
Namun membunuh Muhammad bukanlah hal yang mudah, karena Bani Hasyim tidak akan tinggal diam dan pertumpahan darah di antara mereka akan tetap berkelanjutan. Untuk menemukan jalan yang sesuai mereka merencanakan pertemuan di Dar al-Nadwah yang pada akhirnya mereka menyimpulkan sebuah gagasan yaitu setiap kabilah menyiapkan seorang pemuda yang secara serempak akan menyerbu Muhammad Saw dan semua dengan serentak mengayuhkan pedang-pedang mereka kepadanya untuk membunuhnya. Dengan demikian yang membunuhnya nanti bukan satu orang dan Bani Hasyim tidak dapat bangkit meminta pertanggungan darahnya, karena perang dengan seluruh kabilah untuk mereka adalah hal yang tidak mungkin dapat dilakukan. Terpaksa mereka akan rela dengan mengambil tebusan.
Pada malam itu, ketika kaum Quraisy ingin melaksanakan rekonstruksi persekonggolan mereka, nabi dengan perintah Allah telah keluar dari kota Mekah, dan Ali As tidur di atas kasurnya (lihat: lailatul mabit) dan Ia bersama Abu Bakr bin Abi Qahafah pergi berangkat menuju kota Yastrib dan tiga hari tinggal di goa yang bernama Tsaur yang terletak di sekitar Mekah sampai orang-orang yang mencari-cari mereka putus asa. Kemudian setelah itu mereka menuju Yastrib melalui jalan yang tidak biasa dilewati manusia. [44]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar